Pages

Friday, December 5, 2014

Bibras Natkho, Gelandang Komplet Yang Underrated

Foto: Sports.ru
Selalu menarik ketika membahas pemain-pemain yang produktif mencetak gol meski tidak berposisi sebagai penyerang. Yaya Toure dan Frank Lampard adalah contoh gelandang yang mampu mencetak lebih dari 20 gol dalam semusim dan termasuk dalam kriteria tersebut. Kita juga mengenal Marco Materazzi, mantan penggawa timnas Italia yang semasa bermainnya pernah dua kali mencetak dua digit gol salam semusim. Capaian tersebut jelas menarik karena sejatinya mencetak gol bukanlah tugas utama mereka di lapangan.

Di kompetisi Liga Primer Rusia kini, terdapat pemain yang berpotensi menghadirkan cerita seperti pemain-pemain tadi. Seorang gelandang bertahan asal klub CSKA Moskow bernama Bibras Natkho adalah pemain yang dimaksud.

Natkho menjadi buah bibir kala berhasil mencetak hat-trick ke gawang FK Rostov pada sebuah laga kompetisi domestik, Agustus silam. Namun torehan ini masih belum seberapa lantaran gelandang asal Israel ini mampu mempertahankan ketajaman hingga kini berhasil mencetak delapan gol di Liga Primer Rusia. Jumlah golnya untuk sementara ini mampu melampaui rekan-rekan setimnya seperti Ahmed Musa, Seydou Doumbia maupun Zoran Tosic yang notabene berposisi sebagai penyerang atau pemain sayap. Bahkan jika berbicara level kompetisi domestik, jumlah gol Natkho sejauh ini hanya mampu disamai penyerang subur Zenit St Petersburg asal Brasil, Hulk.

Kontribusi berupa produktivitas gol Natkho tentu terbilang mengejutkan. Gelandang berusia 26 tahun ini adalah pendatang baru di skuat CSKA arahan Leonid Slutsky, di mana ia harus bersaing dengan nama-nama yang lebih tenar seperti Pontus Wernbloom, Rasmus Elm, Roman Eremenko, Giorgi Milanov, hingga sang idola publik, Alan Dzagoev.

Kemahirannya dalam bertahan memberikan keuntungan. Dalam skema 4-2-3-1 yang menjadi andalan Slutsky, keberadaan seorang gelandang dengan naluri bertahan mutlak dibutuhkan. Cederanya Elm juga turut berperan bagi pembuktian kualitas Natkho, sehingga waktu bermain didapatkannya. Kini, Slutsky dapat menempatkannya dengan siapapun, baik dengan Wernbloom, Eremenko maupun belakangan ini dengan Dzagoev. Bersama Natkho di pusat permainan, CSKA pun menjelma sebagai tim yang amat menonjol dalam penguasaan bola, akurasi umpan, hingga jumlah tembakan ke gawang lawan. Situs Whoscored menempatkannya pada urutan teratas dalam dua aspek, yaitu akurasi umpan dan tembakan ke gawang lawan, dan berada di urutan kedua dalam hal rataan penguasaan bola di Liga Primer Rusia.

Sebagai bagian dari ruang mesin CSKA, pemain yang juga seorang Muslim ini tidak hanya menonjol dalam bertahan. Natkho juga memiliki kemampuan yang cukup apik sebagai pengatur serangan dan juga sebagai pengumpan. Dengan visi yang baik, ia juga kerap mengirim umpan-umpan diagonal kepada Tosic, Musa maupun Milanov yang kerap beroperasi di sayap. Berbekal kemampuannya ini, Natkho juga telah membukukan empat assist. Jumlah ini sekaligus yang terbanyak di CSKA sejauh ini.

Dengan catatan-catatan impresif ini, maka tidaklah terlalu berlebihan jika menyebut Natkho adalah salah satu pemain paling underrated di Eropa. Kemampuannya yang lengkap adalah asetnya yang teramat besar untuk diabaikan. Ditambah lagi, fakta bahwa CSKA mendatangkannya dari PAOK Saloniki tanpa mengeluarkan uang transfer sepeserpun, membuatnya layak dikedepankan sebagai salah satu pembelian terbaik.

Fakta statistik yang tak terbantahkan ini sebetulnya juga tidak teramat mengejutkan jika melihat sepak terjang pemain bernomor punggung 66 ini. Natkho sudah terpilih memperkuat timnas Israel dalam berbagai kelompok umur -termasuk menjadi kapten tim U-19- dan hingga kini pun ia masih menjadi andalan timnas senior. Artinya, Natkho memang pemain dengan kelas internasional. Bukan karir internasional biasa pula mengingat ia menjadi minoritas Muslim dalam skuat yang didominasi pemain beragama Yahudi.

Keberhasilan Natkho menembus skuat Israel dan hingga kini menjadi andalan juga menghadirkan kisah tersendiri. Kakek buyutnya berasal dari Karachay-Cherkessia, wilayah utara pegunungan Kaukasus yang berbatasan dengan Georgia, yang juga masih menjadi bagian dari negara Rusia. Penduduk asli wilayah ini sering disebut sebagai Circassian. Sang kakek buyut bersama para Muslim lainnya melakukan emigrasi ke wilayah Turki pada pertengahan abad ke-19 sebelum kembali berpindah ke Kfar Kama, wilayah Israel utara (yang sempat menjadi wilayah Palestina).

Di kota inilah Natkho lahir, lalu kemudian tumbuh sebagai pesepak bola. Karir yuniornya dihabiskan di klub Hapoel Tel Aviv, di mana ia kemudian memulai debut tim senior musim 2006-07 bersama Ben Sahar, penyerang yang sempat bermain di Chelsea. Total, ia bermain sebanyak 147 kali untuk Hapoel, termasuk beberapa performa di kompetisi antarklub Eropa. Performa gemilang ini kemudian membawanya ke Rusia di mana Rubin Kazan menjadi destinasi selanjutnya. Di Kazan, ia menjadi pemain andalan dan bermain selama empat musim sebelum hijrah ke PAOK. Semasa bermain di klub wilayah selatan Rusia tersebut, harga pemain ini sempat menyentuh 12 juta euro menurut situs Transfermarkt, menandakan bahwa ia bukanlah pemain dengan kelas medioker.

Seperti dikutip dari situs Russianfootballnews, darah olahraga memang mengalir deras dari keluarga besarnya. Adam, salah satu kerabatnya pernah bermain untuk klub Kuban Krasnodar dan Druzhba-Maikop. Ia juga memiliki sepupu bernama Nili Natkho, seorang mantan pebasket yang tewas dalam kecelakaan mobil tahun 2004 silam.

Beberapa kalangan menjuluki Natkho dengan fantastis, yaitu Xavi dari Circassian. Bukan julukan sembarangan lantaran merujuk pada playmaker Barcelona, Xavi Hernandez. Meskipun memiliki kemiripan dalam beberapa aspek teknis, tentu saja Xavi berada beberapa level di atas Natkho jika dilihat dari pengalaman maupun pencapaian. Natkho juga belum teramat teruji lantaran belum pernah bermain di liga top Eropa. Namun dengan menjadi pemain kunci di sebuah tim papan atas Rusia, jalan menuju pengembangan karir jelas terbuka lebar untuknya.

No comments:

Post a Comment