Pages

Thursday, April 12, 2012

Butterflies and Hurricanes Antonio Conte


Suatu pagi di Turin. Sembilan bulan lalu.

"Change everything you are and everything you were. Your hard times are ahead.”

Saya membayangkan, bait pertama lagu Butterflies and Hurricanes dari band Muse ini menyihir seantero Vinovo. Mungkin Juventus terus menyetel lagu pembakar semangat ini sepanjang musim. Di pusat latihan, di bis pemain hingga di ruang ganti.

Datanglah dua sosok penting itu. Yang pertama adalah Andea Pirlo. Pemegang banyak gelar bersama AC Milan dan pemenang Piala Dunia 2006 ini memang tampak sayu dan kalem, namun cukup untuk membuat barisan pemain zebra berdiri menyambutnya, tak terkecuali Gianluigi Buffon dan sang kapten Alessandro Del Piero. Aura mental juara terpancar sangat kuat dari pemain yang potongan rambutnya jarang berubah ini. Kelak Milan akan menyesal pernah melepasnya.

Yang kedua tentu saja sang allenatore baru, Antonio Conte. Pria yang semasa bermain rambutnya acak-acakan itu tampil dengan setelan jas dan dengan rambut mirip Pirlo, namun dengan versi lebih pendek. Lagu Butterflies and Hurricanes dia instruksikan untuk dikencangkan. Begitulah khayalan saya.

"Kalian dengar itu? Change! Change everything you are! And everything you were! Kalian adalah Juventus. Kalian tidak seharusnya seperti ini. Tidak seharusnya absen dari Liga Champions!” Teriakan sang allenatore membuat para pemain terbangun dari kantuknya.

Tanpa banyak basa basi, dia menggelar latihan. Dan dalam beberapa hari kemudian di latihan game, Conte memisahkan Felipe Melo, Milos Krasic, Amauri, Vicenzo Iaquinta, Luca Toni dan Del Piero dari tim starting eleven bayangannya.

Del Piero paham. Dia sudah terlalu banyak memberi dan mendapatkan prestasi dari La Vecchia Signora. Bangku cadangan tidaklah menyenangkan, tapi dia yakin tetap bisa berkontribusi. Tapi tidak dengan Melo dan Krasic. Kontribusi dan perannya di era Luigi Del Neri dan Ciro Ferrara adalah jaminan untuk menghuni tim inti di mana pun dia bermain. Begitu pikirnya. Begitu pula dengan Amauri, Toni dan Iaquinta.

Conte terus melaju. Dia tetap memilih barisan Italiano miliknya, dengan Pirlo sebagai jenderal. Dia siap menjadikan Pirlo sebagai pemain dengan jumlah passing terbanyak. Conte berpikir untuk menjadikan passing pendek Pirlo sebanyak Xavi Hernandez dan passing diagonalnya seakurat Paul Scholes.

Pekan demi pekan berlalu. Kebangkitan Milan yang secara tradisi selalu menyulitkan memang benar-benar membuat Conte pening. Ketajaman Ibra masih sulit dibendung. Ibra seperti sudah mengantongi kunci khusus untuk membuka rantai kokoh catenaccio. Namun hingga separuh musim berlalu, Juve memuncaki seri A tanpa terkalahkan. Milan juga mereka bekuk dua gol tanpa balas di Juventus Stadium.

Publik Italia bertepuk tangan. Permainan atraktif ternyata bisa dilakoni oleh pemain-pemain yang terbiasa bertahan. Juventus resmi menjadi model bagi klub-klub Italia. Mereka memiliki stadion sendiri, pemain-pemain asli Italia, pelatih hebat dan mental juara. Pionir dan pelopor. Raksasa Italia telah kembali.

Conte kembali menghidupkan Butterflies and Hurricanes. “Fights and battles have begun, revenge will surely come. Your hard times are ahead!”

Dia memperingatkan skuadnya untuk terus mewaspadai kebangkitan Rossoneri. Dan benar saja, Rossoneri kemudian mengkudeta Juve dari singgasana capolista akibat rentetan hasil seri yang diterima. Juve memang belum terkalahkan, namun hasil imbang yang terlalu banyak akhirnya melukai mereka.

Conte memainkan perannya lagi. Dia mungkin saja meniru pendekatan Jose Mourinho dengan bermain kata-kata di media. Perang terus dia lancarkan, terutama terhadap skuad Max Allegri. Dia melindungi pemainnya dari incaran media. Dia pasang badan. “Arahkan semua peluru kepada saya, bukan kepada pemain-pemain saya!”

Dan pada suatu momen latihan, Conte mengumpulkan pemain-pemainnya. Milan saat itu memimpin klasemen dengan keunggulan empat angka dari sisa sembilan pertandingan. Lagu Muse kembali membahana “Best, you’ve got to be the best. You’ve got to change the world and use this chance to be heard. Your time is now!” Conte meneriakkan kata-kata terkenalnya. “Saya ingin kalian membuat Milan muntah darah hingga akhir kompetisi!”

Hasilnya instan. Juve membekuk Fiorentina lima gol tanpa balas, yang membuka kembali streak kemenangan mereka. Kini, poin mereka satu angka di atas Milan, namun dengan partai sisa yang penuh jebakan. Juventus masih harus menghadapi AS Roma dan barisan tim yang tengah berjuang untuk salvezza, Lecce, Cesena, Novara. Sementara Milan masih menyimpan derby della Madonina.

Juve jelas lebih berpeluang karena Milan seolah kehabisan bensin. Badai cedera yang tidak kunjung reda seolah tamparan keras bagi tim yang memiliki pusat kesehatan macam Milan Lab. Milan bahkan terancam tanpa gelar musim ini. Juve kian percaya diri, gelar semakin dekat. Nasib mereka berada ditangan mereka sendiri. Jika ingin mulai menapaki kejayaan, inilah saatnya.

Juventus Stadium, Antonio Conte, dan barisan pemain asli Italia memang telah membuat Italia kembali tersenyum. Dalam kenyataannya Conte mungkin tidak memainkan lagu Butterflies and Hurricanes, namun apa yang telah dia kerjakan merepresentasikan lagu itu dengan baik. Sebagai fans Milan, saya berikan selamat untuk Juve apapun hasilnya kompetisi seri a nanti.

No comments:

Post a Comment