Pages

Thursday, April 30, 2015

Kembali Sunyi

Dunia tulis menulis sepak bola Indonesia di media online amat bergairah dalam dua tahun terakhir. Saya ingat, ketika gelaran Piala Eropa 2012 lalu, amat banyak blogger-blogger baru yang menuliskan preview dan review pertandingan, analisa taktik, dan tidak ketinggalan sejarah serta kultur.

Geliat para blogger sepak bola ini kemudian menemui wadahnya dalam bentuk situs portal yang memang dibuat untuk mengumpulkan tulisan-tulisan itu. Proses pun dimulai, dari yang sekadar menulis setengah serius, lalu beranjak ke arah penulisan berbasis data yang komprehensif, teori dari para tokoh terkenal, analogi-analogi cerdas, statistik yang rumit, bahkan tidak sedikit yang menghubungkan dengan dunia akademis sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Tulisan-tulisan sepak bola pun kian berbobot, membuat sepak bola bukan lagi sekadar olahraga kampung sebelas lawan sebelas. Penulis-penulis ini berhasil menaikkan derajat sepak bola.

Saya, yang menggilai sepak bola sehingga gagal memiliki cita-cita luhur seperti teman-teman pada umumnya, turut menyelami arus ini. Memasuki lingkaran yang banyak disebut sebagai “penulis sepak bola” (tidak sampai sebagai pengamat atau pundit), hingga kemudian secara rutin mengisi beberapa kolom sepak bola di media online, dan puncaknya adalah menerbitkan tiga buah buku bersama teman-teman sesama penulis.

Akan tetapi, saya sebagai manusia juga tidak bisa melarikan diri dari kejenuhan. Ditandai dengan stagnansi kualitas tulisan, saya pun kemudian sadar bahwa sekarang inilah saatnya berhenti sejenak dari dunia tulis menulis ini. Rehat untuk mengisi ulang pengetahuan dengan cara membaca lebih banyak buku untuk dapat mempertajam opini, membagi lebih banyak pengetahuan, dan tentunya menceritakannya dengan menarik.

Maka dari itu saya cukup terkejut dengan berakhirnya masa operasi dua media online tempat saya menulis, yaitu Yahoo Indonesia dan Bolatotal.com. Dua website ini padahal terbilang cukup besar dan berpengaruh, namun pertimbangan lain membuat mereka harus menghentikan aktivitas.

Saya hendak berterima kasih kepada dua media ini, yang telah memberikan ruang untuk berekspresi, belajar, bercerita, sekaligus membangun pertemanan dengan orang-orang luar biasa selama dua tahun belakangan. Tentu saja saya sedih mendengar hal ini, tapi apapun itu keputusan telah diambil dan saya yakin beginilah pada akhirnya yang memang terbaik untuk semua pihak.

Memang sih saya tidak punya niat dalam waktu dekat ini untuk mempublikasikan tulisan sepak bola melalui media mainstream. Sesuai dengan keputusan vakum yang telah saya jelaskan tadi, saya memang masih menulis sepak bola, namun dalam ruang lingkup yang lebih kecil, dalam kesunyian yang saya sukai, dan pada waktu-waktu yang saya inginkan saja. Total freedom. Haha.


Ciao!

Thursday, April 16, 2015

Danny, Si Nomor 10 Klasik

Tulisan ini adalah tulisan saya di website lama Football Fandom. Diedit seperlunya untuk saya jadikan arsip.
***
Daniel Miguel Alves Gomes, atau cukup disebut Danny mungkin bukanlah seorang pesepak bola yang berada pada jajaran first string, dan mungkin ia tidak akan pernah berada di sana. Mengapa demikian? Selain tidak bermain di klub top yang juga bermain di liga top Eropa, usia gelandang serang ini juga sudah mencapai 31 tahun, yang berarti sudah tidak memungkinkan lagi untuk berkembang lebih jauh.
Namun demikian, terdapat sebuah alasan lagi mengapa Danny tidak dapat berkembang menjadi pemain berkelas dunia. Apa lagi jika bukan gayanya dalam bermain. Ya, Danny adalah satu dari sedikit gelandang nomor 10 klasik yang tersisa saat sepak bola hanya menyisakan ruang yang kecil untuk berkreasi di lapangan.
Menyaksikan Danny bermain seperti halnya menyaksikan pertandingan sepak bola 14 tahun silam. Saat itu, empat tim terbaik Eropa memiliki Zinedine Zidane, Francesco Totti, Rui Costa dan Dennis Bergkamp sebagai orang yang berdiri di belakang dua penyerang tengah dalam semifinal Piala Eropa tahun 2000.
Danny memiliki perjalanan karir yang cukup unik. Sejak usia 22 tahun, ia sudah meramaikan Liga Rusia, bahkan sebelum liga ini diramaikan oleh para miliarder. Dynamo Moskow adalah klub pertamanya di negeri Beruang Merah saat ia bergabung tahun 2005. Seiring ambisi besar Zenit, Danny kemudian diajak bergabung tahun 2008. Bersama Zenit, Danny kemudian meraih sebuah Piala Super Eropa, sebuah Piala Rusia, dua Liga Rusia dan sebuah Piala Super Rusia.
Memang Danny tidak memiliki beberapa atribut wajib ala enganche seperti la pausa atau pause –berhenti sejenak untuk berpikir sebelum mengirim umpan atau melanjutkan dribel- layaknya Juan Roman Riquelme. Namun dengan melihat banyaknya dribel yang Danny lakukan, seringnya ia melakukan umpan terobosan dan keengganannya mengambil bola yang hilang dari penguasaan membuatnya cocok disebut sebagai sang nomor 10 klasik.
Musim lalu, Danny memiliki statistik menonjol dalam hal umpan dan dribel. 12 assist diciptakannya dalam 26 laga Russian Premier League, atau yang tertinggi bersama Ivelin Popov, gelandang Kuban Krasnodar asal Bulgaria. Ia cukup banyak melepas umpan lambung (65 kali) dan umpan terobosan (14 kali). Sementara untuk dribel, Danny mencatatkan 44 kali dribel sukses. Sebuah ciri yang menunjukkan gaya main seorang playmakerklasik.
Danny juga tidak terlalu menonjol dalam hal karir internasional. Baru 26 laga ia memperkuat Lo Seleccao sejak tahun 2008. Ia tergabung dalam skuat Portugal pada Piala Dunia 2010, namun kemudian gagal tampil di Piala Eropa tahun 2012 karena cedera. Ia juga kemudian tidak terpilih memperkuat Portugal yang berlaga di Piala Dunia 2014.
Piala Dunia 2018 nanti akan berlangsung di Rusia. Akan menjadi spesial sebetulnya jika Danny terpilih sebagai anggota skuat lalu tampil di depan publik Rusia yang selama ini mendukungnya. Meski apapun bisa terjadi, namun sepertinya hal ini sulit terealisasi lantaran Danny sudah akan berusia 35 tahun pada 2018 nanti.
Ada semacam kenikmatan tersendiri menyaksikan permainan Danny saat sepak bola era sekarang amat sulit memberi ruang pada kreativitas pemain. Danny akan tetap seperti ini hingga akhir karirnya, maka nikmati saja kebebasan dalam permainannya sebelum menyaksikan kembali para pesepak bola dengan kaki cepat dan pergerakan terukur.