Pages

Thursday, August 30, 2012

Benvenuto, Bojan!

Bojan, kehadirannya sedikit mengurangi tekanan pada Galliani

 
Milan menutup spekulasi kedatangan eks pujaan San Siro, Ricardo Izecson Leite alias Kaka dengan mendatangkan Bojan Krkic sebagai pemain pinjaman dari AS Roma. Kehadiran Bojan memang sedikit melegakan mengingat beberapa waktu lalu timeline di akun twitter Milanisti ramai dengan rencana kedatangan pemain “antah berantah” Ze Eduardo, sesaat setelah Alexandre Pato divonis mengalami cidera.

Kedatangan Bojan Krkic paling tidak sedikit memberi kelegaan pada Milanisti. Walaupun dari karirnya yang masih pendek, Bojan masih belum membuktikan apapun. Bojan adalah pemain yang sudah terkenal sejak remaja. Bakat besarnya sempat menjadi rebutan dua negara, Spanyol dan Serbia untuk kepentingan tim nasional sepak bolanya. Bakat besarnya sudah terlihat saat gelaran Piala Eropa U-17 saat ia masih berusia 15 tahun. Pada akhirnya, Bojan memilih untuk memperkuat Spanyol, tanah kelahirannya.

Bojan sempat dianggap memiliki talenta setara Lionel Messi, seniornya di Barcelona. Hal ini diperkuat dengan debutnya di usia 17 tahun 19 hari yang memecahkan rekor termuda debut tim senior Barcelona yang sebelumnya dipegang la pulga. Di musim debutnya itu, Bojan masih menjadi cadangan dari trio Ronaldinho, Messi dan Samuel Eto’o. Situasi ini berlangsung selama tiga musim setelahnya, dan Bojan tidak kunjung bermain regular sebagai starting XI.

Kemampuannya tidak sehebat pemberitaannya. Karir seniornya tidak secemerlang karir juniornya. Anda boleh saja berkata demikian. Setelah itu Bojan dilego ke AS Roma yang dilatih Luis Enrique, bekas pelatih junior Barcelona. Dengan ekspektasi fans bahwa Luis Enrique mampu menyamai apa yang dilakukan Pep Guardiola di Barcelona, Bojan terbang ke kota Roma.

Proyek “la masia” Luis Enrique ternyata tidak berjalan mulus di Roma. Hanya setahun, dia dipecat. Permainan Bojan juga tidak konsisten, dari 33 pertandingan liga yang dia mainkan, hanya 7 gol yang dilesakkannya. Dia kemudian dipinjam AC Milan.

Benarkah pemain dengan catatan ini mampu menjadi andalan lini depan Milan, yang telah ditinggal 3 penyerang andalannya musim lalu? Peluang Bojan bersinar di Milan sebenarnya cukup besar mengingat kebugaran Alexandre Pato sangat tidak bisa diharapkan dan permainan angin-anginan Robinho.

Kini lini depan Milan diperkuat oleh para mantan wonderkid (Pato, Bojan) dan juga wonderkid yang menunggu pembuktian (Stephan El Shaarawy dan Mbaye Niang). Milan kini memiliki total 6 penyerang untuk mengarungi musim 2012/2013. Kebanyakan? Well, jika melihat fakta-fakta yang sudah saya sebutkan tadi, tentu kehadiran Bojan bisa sangat membantu, apalagi dengan kemampuannya bermain di segala posisi di lini depan.

Di Milan, karir Bojan ditentukan. Ini akan menjadi musim keduanya di seri a, dan tidak ada lagi alasan adaptasi permainan.

Wednesday, August 29, 2012

Kenapa Robin Van Persie Harus Pindah ke Manchester United


Robin Van Persie, yang ditunggu akhirnya datang
 
Saga transfer paling dinanti di musim baru 2012/2013 ini tidak lain adalah saga transfer penyerang asal Belanda, Robin Van Persie. Striker 29 tahun yang musim lalu menjadi pencetak gol terbanyak Liga Primer Inggris ini pada akhirnya berlabuh di klub rival, Manchester United dengan nilai transfer 24 juta poundsterling.

Van Persie mendapat gaji 200 ribu pound per minggu, ada pula yang menyebut 250 ribu, dan akan mengenakan kostum bernomor 20 yang terakhir digunakan oleh striker legendaris United, Ole Gunnar Solksjaer.

Setelah melalui saga yang melelahkan, Manchester United akhirnya yang menjadi pilihan sang penyerang mengalahkan Juventus dan Manchester City sebagai pesaing mereka. Dalam wawancaranya pasca perkenalan dengan tim barunya itu, Van Persie menyebut bahwa dia membutuhkan tantangan baru dari karirnya. “Tantangan” yang dapat juga diartikan sebagai trofi, sesuatu yang sulit ia dapatkan bersama Arsenal.

Bukannya mengikuti eksodus pemain Arsenal ke Manchester City, Van Persie justru memilih United. Sempat pula terdengar kabar bahwa sang pemain tertarik bergabung dengan Juventus, namun dengan situasi Juventus yang tengah kisruh akibat skandal pengaturan skor yang menimpa pelatih Antonio Conte, Van Persie akhirnya urung bergabung ke klub tersukses Italia asal kota Turin tersebut.

Tidak ada yang tahu apakah keputusan Van Persie benar atau salah sebelum musim 2012/2013 berakhir, tetapi memilih Manchester United adalah pilihan logis bagi sang striker yang kini dianggap sebagai pemain “nomor sembilan” terbaik dunia saat ini. Manchester City mungkin tim yang komplet, namun lini depan yang telah sesak dengan pemain bintang akan sangat membatasi peran the Dutchman. Selain itu tanpa mengecilkan pelatih lainnya, Sir Alex Ferguson adalah salah satu pelatih tersukses di Eropa yang telah teruji berkali-kali mampu mengeluarkan sisi terbaik anak asuhannya.

Ferguson pasti sadar sepenuhnya saat menyebut Van Persie adalah pemain yang akan menjadi penerus Eric Cantona, mantan anak emasnya yang mampu menjadi penyelesai serangan dengan kemampuan kelas dunia yang sekaligus menjadi katalis tim yang dibelanya.

Fergie juga menyebut bahwa kedatangan Van Persie akan menghindarkan United dari kegagalan pahit musim lalu saat hanya kalah selisih gol dari rival sekota Manchester City. Gol-gol sang penyerang akan mengubah peruntungan United. Kehadiran Van Persie juga diyakini akan membuat suksesi United berjalan mulus. Sudah veterannya Paul Scholes dan Ryan Giggs tentu memberikan lubang regenerasi yang menganga bagi United, dan Fergie menilai bahwa Van Persie siap mengemban harapan tersebut.

Bagaimana Van Persie bisa menyatu dengan taktik United? Mengingat potensi terbaik Van Persie keluar saat dimainkan sebagai ujung tombak, Fergie bisa dengan leluasa menempatkannya didepan Wayne Rooney atau Danny Welbeck, dengan Javier Hernandez sebagai pelapisnya. Dukungan dari Shinji Kagawa, Nani, Antonio Valencia, Tom Cleverley atau Paul Scholes juga siap didapatkannya.

Fergie perlu mencermati bahwa musim lalu banyak gol Van Persie berasal dari umpan terobosan brilian dari Alex Song. Untuk itu, Fergie perlu memaksimalkan peran pemain-pemain kreatif macam Kagawa, Scholes maupun Cleverley dengan kombinasi tusukan dari kedua sayap yang menjadi ciri khas serangan Manchester United selama ini. Tambahan lagi, kedatangan Van Persie kini membuat United memiliki dua striker yang menempati pos dua besar pencetak gol terbanyak Liga Primer Inggris musim lalu.

Hal lain yang perlu diperhatikan Fergie adalah Wayne Rooney. Keberadaan Van Persie-Rooney di lini depan United memang akan menggelorakan harapan para suporter akan terciptanya duet penyerang super, seperti yang terjalin pada Andy Cole-Dwight Yorke yang membawa United memenangi treble winner tahun 1999. Namun, Wayne Rooney bukanlah tipe penyerang yang “klik” dengan duetnya jika dilihat dari sepak terjangnya bersama United selama ini.

Rooney berkali-kali dikorbankan menjadi “orang kedua” saat Ruud Van Nistelrooy dan Cristiano Ronaldo masih bercokol di Old Trafford. Selepas kedua orang itu pergi, Rooney menjadi “bintang utama” United yang cenderung tidak dapat berbagi peran dengan rekan duetnya. Kombinasinya dengan Dimitar Berbatov, Danny Welbeck maupun Javier Hernandez memang tidaklah buruk, namun hanya Rooney yang terlihat paling bersinar ketimbang mereka. The Shrek sepertinya sulit untuk dikorbankan lagi.

Dilain pihak, Van Persie juga terbiasa dengan status bintang utama di Arsenal. Dengan reputasi sebagai pencetak gol terbanyak plus permainan yang sedang berada pada puncaknya, Van Persie boleh jadi tidak akan terima menjadi “pemain kedua” dibelakang Rooney. Adalah PR terbesar Fergie untuk mengatasi persoalan ini. Ditangannya kini telah terhampar dua senjata termutakhir di liga yang boleh jadi bagai pisau bermata dua. Boleh jadi membuat timnya semakin kuat, atau sebaliknya akan membuat kekuatan timnya terkikis karena ego kebintangan yang sulit dihilangkan dari keduanya.

Well, Van Persie tentu telah mempertimbangkan hal ini sebelum memutuskan pindah ke United. Peluang meraih gelar yang lebih besar bersama klub sesukses Manchester United membuatnya berani menerima segala beban dan menjawab segala tantangan yang kini berada dihadapannya, termasuk mengenai pembagian perannya dengan Wayne Rooney, partnernya kini. Dan melihat gol setengah volinya ke gawang Fulham minggu lalu, banyak suporter United yang pasti berpikir "Harusnya dari dulu punya yang begini."

Monday, August 27, 2012

Milan, menjalani musim dengan resep bencana

Skuat 2012/2013 sebelum Cassano hengkang: Atas ki-ka: Constant, El Sha, Acerbi, Bonera, Amelia
Bawah ki-ka: Nocerino, (Internisti) Cassano, Montolivo, Robinho, Abate, Antonini


“Uang memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang.”
“Uang bukanlah tujuan, tapi hanya alat untuk mencapai tujuan.”

Berbagai frase tentang uang tentu sering kita dengar, dari percakapan sehari-hari, acara talk show di televisi hingga bacaan literatur-literatur ekonomi yang dijadikan sumber untuk penelitian skripsi mahasiswa fakultas ekonomi. Hal yang hanya menunjukkan bahwa uang memang berbicara.

Karena kesulitan keuangan, Milan membuat (mantan) calon kapten masa depannya, Thiago Silva hengkang dari kota mode satu di peninsula ke kota mode lainnya di Normandia. Uang juga membuat Zlatan Ibrahimovic, pemain yang semula berniat mengakhiri di Milan menjadi tak ubahnya seperti pemain mata duitan yang tidak tahan melihat kibasan euro.

Uang juga alasan Adriano Galliani menjadi bahan olok-olok Louis Micollin, Presiden klub “kemaren sore” Montpellier terkait transfer bek Mapou Yanga-Mbiwa. Dan yang paling menyakitkan, uang membelokkan persepsi pemain yang mereka selamatkan karir dan nyawanya, Antonio Cassano. The maverick menganggap Milan kehilangan ambisi untuk memenangi piala karena menjual Thiago Silva dan Zlatan Ibrahimovic.
Skuat Musim lalu: atas: ki-ka: Abbiati, Thiago, Ibra, MvB, Mexes, Seedorf
Bawah ki-ka: Boateng, Nocerino, Abate, Antonini, Robinho

Belakangan, Cassano mengeluarkan pernyataan yang benar-benar melukai tifosi Milan dengan pengakuan bahwa Inter, klub barunya kini, adalah klub favoritnya di masa kanak-kanak. Jadilah Fantanito menyebrang ke Appiano Gentile untuk ditukar dengan penyerang Nerazzuri yang juga sahabat karibnya, Gianpaolo Pazzini.

Tunggu dulu, transfer ini bukanlah tukar guling tanpa biaya, karena Milan harus membayar ekstra 7,5 juta euro. Entah apa yang ada di benak Galliani. Dia menukar tambah Cassano, penyerang penyumbang assist terbanyak dalam dua musim terakhir dan penghuni starting lineup Italia di Euro 2012 dengan Pazzini, penyerang yang ditinggalkan tim nasional Italia yang hanya mencetak 5 gol dari 33 pertandingan seri a musim lalu.

Sudahlah, tidak perlu berlebihan menghakimi Cassano dengan sikap tidak tahu terimakasihnya. Itu hanyalah sedikit dari contoh kenyataan money talks di industri sepak bola profesional. Lihatlah kebelakang saat Ronaldo (yang botak, bukan yang model iklan shampoo) pindah ke Real Madrid dari Inter Milan setelah Inter susah payah menyembuhkan cidera lututnya.

Sayangnya, masalah Milan bukanlah sekadar uang atau melodrama pemain macam Cassano saja.

Lihatlah pula sudut pandang pelatih Max Allegri. Sedari awal sudah jelas terlihat bahwa dia tidaklah menyukai pemain kreatif, apalagi yang banyak tingkah. Dibuangnya Ronaldinho, Andrea Pirlo, Alberto Aquilani dan kini Antonio Cassano semakin jelas menunjukkan hal itu. Milan kini bukanlah tim pengumpul pemain kreatif layaknya era 2000an awal hingga pertengahan, melainkan pengumpul pemain pekerja.
Skuat 2002/2003 (one of the greatest): Atas ki-ka: Maldini, Abbiati, Nesta, Sheva, Kaladze, Seedorf
Bawah ki-ka: Cafu, Pippo, Gattuso, Pirlo, Rui Costa 
 
Milan sekarang dihuni oleh pemian-pemain medioker. Mereka hanya berharap Kaka, jagoan lamanya kembali ke San Siro layaknya penggemar film action 90an menanti-nanti sekuel film The Expendables, yang tidak lupa memanggil Chuck Norris kembali ke dunia yang membesarkannya.

Kaka bisa saja mulai merasa terpanggil ketika dia memberikan 3 assist yang membantu timnya Real Madrid membantai Milan pada laga pre-season. Mungkin saja inilah percakapan Kaka dengan Jose Mourinho setelah pertandingan.

“Lihatlah bos, mereka butuh saya. Yeah, saya sadar kok kalau saya bukanlah pemain yang sama ketika mengobrak-abrik Manchester United di San Siro lima tahun lalu. Tapi mereka tetap butuh saya!” Ujar Kaka, yang menemuinya langsung usai pertandingan itu.

“Tidak, kau lebih baik pergi ke setan merah dari Inggris. Setan merah Italia itu bahkan tidak mau membayar penuh gajimu. Mereka terlalu banyak alasan. Cukup.” Tegas Mou, yang kemudian dia respon dengan mengganti bio twitter-nya dengan menghapus klub Real Madrid. Hal yang membuat sekelompok Milanisti ke-geeran.

Kaka makin miris menyaksikan bagaimana klub yang dicintainya dikalahkan oleh tim promosi Sampdoria di kandang sendiri pada pembukaan Seri a musim 2012/2013. Memang Milan mendominasi, tiang gawang juga kurang bersahabat, kiper Sampdoria juga tampil gemilang. Memang begini, memang begitu.

Tapi, kalah tetaplah kalah. Lihatlah lini tengah Milan yang miskin kreasi karena sedikitnya pemain kreatif. Antonio Nocerino memang jago, namun dia bukanlah pembagi bola yang membuat Milan mampu mengontrol permainan. Kevin-Prince Boateng memang eksplosif, namun sang trequartista bukanlah seorang pemain yang konsisten memberi perbedaan. Dia sedang berjuang untuk naik kelas dari sekadar pemain bagus menjadi pemain “berkelas”.

Lini tengah Milan jelas butuh peningkatan “kelas”, entah Allegri menyadarinya atau tidak.

Kekalahan di partai perdana jelas memaksa Galliani menekan panic button. Belum lagi masalah kebugaran Pato yang kembali merepotkan, memaksa Galliani sempat berniat melakukan panic buying atas seorang penyerang medioker bernama Ze Eduardo. Galliani jelas menunjukkan bahwa dia bukanlah pecinta game Football Manager.

Apakah Milanisti patut berharap adanya sweet surprise dari sang bos? Janganlah banyak berharap, karena yang dia anggap kejutan besar hanyalah sosok Kaka, sosok mantan pemain terbaik dunia yang kini sudah menua, menghuni bangku cadangan Real Madrid dan rentan cidera, yang dia anggap mampu membuat Milanisti kembali merasa pantas untuk berbicara scudetto.

Well glory hunters, ini bukanlah tim yang Anda cari. Musim ini, mereka punya semua recipe for disaster. Pantaskah gelar scudetto diimpikan oleh tim yang tengah mengalami kesulitan keuangan, pertahanannya lemah, lini tengah miskin kreasi, lini depan miskin ketajaman dan pelatih yang tidak cocok dengan pemain kreatif?

Milanisti, inilah saat-saat pengujian seberapa setia Anda mendukung Milan. Jika tidak kuat, silahkan dukung Chelsea, Manchester City, Juventus atau Barcelona saja.

Thursday, August 23, 2012

Bundesliga team focus: Borussia Monchengladbach

Borussia Monchengladbach 2012/2013

 
From nothing to something, from something to big thing. Begitulah frase yang pantas untuk perjalanan sebuah klub Borussia Monchengladbach dalam 15 bulan terakhir. Klub asal North-Rhine Westphalia yang bermarkas di Stadion Borussia Park ini musim 2010/2011 adalah klub bukan siapa-siapa alias “zero” yang harus mengikuti babak play-off degradasi. Mereka lantas menjadi “something” setelah di partai pembuka Bundesliga musim 2011/2012 mengalahkan “FC Hollywood” Bayern Muenchen lewat gol tunggal striker asal Belgia, Igor De Camargo.

Mereka kemudian menjadi “big thing” melalui permainan impresif sepanjang musim 2011/2012 yang akhirnya membawa mereka menduduki posisi keempat dibawah Borussia Dortmund, Bayern Muenchen dan Schalke 04. Ganjaran kualifikasi Liga Champions menjadi hadiah manis untuk mereka.

Musim lalu, pemain-pemain muda mereka orbitkan. Marc-Andre ter Steigen mengejutkan semua orang dengan penampilan hebatnya di usianya yang baru akan menginjak 20 tahun. Marco Reus adalah salah satu pemain terbaik Bundesliga musim lalu. Patrick Herman bermain brilian menyisir sayap.

Tidak hanya para youngster, Monchengladbach juga mengembalikan permainan terbaik para pemain yang sudah dicap habis. Striker yang dicap medioker, Mike Hanke dan gelandang senior asal Venezuela, Juan Arango terbukti menemukan kembali kehebatannya. Dibawah kejeniusan Lucien Favre yang menekankan filosofi possession football, penonton Bundesliga tersihir seperti seolah sedang menyaksikan Barcelona bermain. Keempat pemain ofensif tersebut dianggap membuat serangan Gladbach sukar ditangkal lawan-lawannya.

Tidak hanya bagus dalam menyerang, Lucien Favre juga memoles pertahanan timnya. Di awal kedatangannya di pertengahan musim 2010/2011, pertahanan yang sudah terbobol 55 kali menjadi agenda pertama perbaikannya. Ditekankannya disiplin permainan pada back-four yang dimiliki, dan puncaknya adalah keberaniannya mengorbitkan kiper Marc-Andre ter Steigen di musim 2011/2012. Ter Steigen bersinar dengan cepat, terbukti dari jumlah kebobolan paling sedikit yang dideritanya di seantero Bundesliga.

Memasuki musim yang baru, Gladbach mengalami cobaan berat layaknya yang dialami wunderteam pada musim yang lama. Pemain-pemain mereka diangkut oleh klub-klub besar. Total 25 juta euro mereka dapatkan dari penjualan dua bintang, Marco Reus ke Borussia Dortmund dan bek tengah Dante ke Bayern Muenchen. Gelandang tengah Roman Neudstadter juga hengkang ke Schalke 04 dengan free transfer. Absennya mereka dari skuat tentu akan terasa.

Gladbach tidak tinggal diam. Mereka memanfaatkan penjualan dua bintang mereka dengan mendatangakan banyak pemain bagus. Luuk De Jong, Granit Xhaka, Alvaro Dominguez, Peniel Mlapa dan Branimir Hrgota didatangkan. De Jong adalah pemain yang mencetak 39 gol dari 75 pertandingannya bersama FC Twente. Dia diplot untuk menggantikan peran Reus. Granit Xhaka adalah keajaiban dari sepak bola negeri Swiss. Dia memiliki dribbling dan visi yang eksepsional di usianya yang baru 19 tahun. Kehadirannya di pos deep-lying playmaker akan mengalirkan permainan Gladbach. Alvaro Dominguez adalah pemain berbakat yang terpaksa dijual Atletico Madrid karena masalah finansial. Gladbach dapat berharap pemain yang juga mampu berposisi di kiri pertahanan ini mampu menggantikan peran Dante musim lalu. Jangan abaikan pula Branimir Hrgota. Penyerang berbakat asal Swedia berusia 19 tahun ini memiliki rekor gol fantastis di klub sebelumnya, Joenkoping Soedra dengan 28 gol dari 44 pertandingan.
Formasi Gladbach musim 2012/2013. Source: www.bundesligafanatic.com


Singkatnya, Monchengladbach telah melakukan pekerjaan cukup bagus di bursa transfer. Namun kekhawatiran tetap tercium. Gladbach telah doing the Leeds fase awal. Keberanian mereka membeli banyak pemain baru berharga mahal telah membuat kas mereka defisit 7,5 juta euro. Walaupun masih dalam angka yang relatif wajar, pengeluaran sebesar itu tetaplah luar biasa untuk Gladbach. Mereka juga dikritik banyak pihak terkait akomodasi bintang lima yang mereka gunakan selama menggelar latihan pre-season. Tingkah hedonis-narsistis mulai menjangkiti mereka. Euforia nampaknya masih belum mau pergi.

Sekarang tinggal bagaimana mereka menyikapi situasi ini. Tanpa Marco Reus, skuat mereka tetaplah dianggap mampu meneruskan performa gemilang musim lalu, bahkan mungkin melebihinya. Jika Lucien Favre mampu memberikan dampak instan kepada tim saat kedatangannya, tentu bukanlah pekerjaan sulit baginya untuk cepat menyatukan para pemain barunya dalam sepak bola kohesif dan fluid yang mengalir dalam tim asuhannya.

Preview Seri a musim 2012/2013


 
Tidak ada lagi Zlatan Ibrahimovic, Thiago Silva, Ezequiel Lavezzi, dan Fabio Borini. Para legenda seperti Alessandro Del Piero dan Filippo Inzaghi juga sudah pensiun. Belum lagi menyebut Alessandro Nesta, Clarence Seedorf dan para old guard lainnya juga telah hengkang ke kompetisi negara lain. Lalu apa yang tersisa dari Seri a?
Seberapapun kencang dan silaunya hingar bingar dan sinar kompetisi English Premier League (EPL) maupun La Liga, dan fakta bahwa kompetisi Seri a sudah dilewati Bundesliga dalam hal koefisien ranking UEFA, kompetisi negeri peninsula ini tetaplah memiliki daya tarik tersendiri yang tidak pernah pudar. Sambutlah kompetisi Seri a akhir pekan ini!

Kompetisi Seri a sudah lama tertidur. Dalam beberapa tahun belakangan, kompetisi ini semakin tertinggal dengan para pesaingnya dari region Eropa Barat. “Klub-klub tidak menjalankan bisnis yang sustainable sesuai dengan praktik bisnis sepak bola”. Begitu komentar Giancarlo Abete, ketua FIGC, Federasi Sepak bola Italia. Buruknya manajemen, buruknya kualitas lapangan dan stadion, klub-klub yang umumnya tidak memiliki stadion sendiri dan kurang tepatnya strategi perluasan pasar membuat penerimaan klub-klub seri a tertinggal dari klub-klub La Liga maupun EPL.

Kini seri a mencoba bangkit. Juventus adalah pelopornya dengan membangun Juventus Arena, yang memaksimalkan penerimaan mereka tidak hanya dari partai kandang, namun juga dari kegiatan komersial lainnya yang bisa dimanfaatkan pengelola stadion. Langkah ini kemudian dijajaki oleh klub-klub lainnya. Internazionale menjajaki pembangunan stadion baru dengan bantuan investor asal Cina, sementara AC Milan yang kabarnya sedang bernegosiasi dengan Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin dalam hal investasi, juga bersiap untuk membeli stadion San Siro, walaupun kabarnya harga yang dipatok dewan kota terlalu mahal.

Jika dilihat dari susunan pemain, Juventus jelas paling siap. Kompetitifnya skuat musim lalu kian nyata dengan kedatangan Kwadwo Asamoah dan Mauricio Isla yang siap melapis dynamic trio Andrea Pirlo, Arturo Vidal dan Claudio Marchisio. Jika berhasil memanfaatkan sisa waktu transfer musim panas dengan mendatangkan penyerang berkualitas, Juve akan menjadi tim yang akan sempurna.

Terhukumnya Antonio Conte selama 10 bulan memang mengganggu persiapan si nyonya tua. Namun eks pelatih mereka Marcelo Lippi mengatakan bahwa faktor keberadaan sang pelatih di bangku cadangan saat pertandingan hanyalah 10% saja, karena sisanya lebih banyak dipengaruhi bagaimana situasi latihan dan persiapan pertandingan yang dilakukan oleh si pelatih.

Bisa diperdepatkan memang, Conte adalah tipe pelatih ekspresif yang sering berteriak dari bangku pemain. Mengingatkan anak asuhnya jika strateginya tidak berjalan sesuai rencana, meneriakkan semangat ketika timnya kesulitan maupun memompa motivasi ketika timnya tertinggal. Ketiadaan sosok Conte mungkin bisa menjadi pengecualian dari perkataan Lippi tersebut.

Situasi pelik Juventus tersebut akan menguji ketangguhan mereka yang sesungguhnya. Lawan-lawan mereka siap memanfaatkan keadaan itu untuk mencuri start yang lebih bagus. Inter, yang lebih dulu panas karena sudah harus bertanding di kualifikasi Liga Europa, memiliki keuntungan berupa kesiapan yang lebih awal, ditambah lagi mereka menunjukkan penampilan meyakinkan saat memenangi Trofeo TIM. Keberadaan pemain baru seperti kiper Samir Hadanovic dan penyerang Rodrigo Palacio yang langsung menembus tim inti serta keberanian pelatih Andrea Stramaccioni untuk menurunkan para youngsters akan menyegarkan skuat yang semula dicibir karena kerentaannya. Jangan lupa, Inter kini diperkuat oleh Antonio Cassano, pemain yang mampu membuat perbedaan dalam pertandingan.

Tim yang menarik disimak adalah AS Roma dan Fiorentina, yang siap menggusur Napoli dan Udinese yang beberapa tahun terakhir menduduki papan atas. Dengan pelatih penuh ledakan Zdenek Zeman, Roma bisa dibentuknya menjadi tim yang sangat ofensif. Pembelian Mattia Destro dan Federico Balzaretti serta kian matangnya Bojan Krkic, Erik Lamela dan Miralem Pjanic menjadi alasan kuat bagi tim serigala untuk mencapai prestasi maksimal. Belum lagi melihat fakta kebencian Zeman pada Juventus yang akan menambah bumbu pada pertemuan antar keduanya. Roma adalah calon kuat pemburu scudetto.

Ambisi besar diperlihatkan La Viola Fiorentina. Kedatangan sederet pemain berkualitas seperti Borja Valero, Gonzalo Rodriguez, Mounir El Hamdoui, Matias Fernandes, David Pizzaro, Juan Cuadardo, Alberto Aquilani dan penjaga gawang Emiliano Viviano serta bek potensial Matija Nastasic membuat skuat tim La Viola menjadi sangat kompetitif jika dipadukan dengan pemain lama macam Juan Vargas atau Adem Ljajic. Mereka juga dilatih oleh arsitek muda potensial Vincenzo Montella membuat mereka siap keluar dari status medioker. Tugas terberat mereka adalah mempertahankan bintang mereka Stevan Jovetic.

Last but not least, jangan pernah lupakan Milan. Klub ini mempermalukan diri sendiri di bursa transfer. Mereka diolok-olok oleh Presiden klub Montpellier terkait transfer bek Mapou Yanga-Mbiwa, setelah itu mereka harus membayar 7,5 juta euro plus Antonio Cassano untuk penyerang yang hanya mencetak 5 gol dari 33 pertandingan musim lalu, Gianpaolo Pazzini.

Klub ini dicibir sebagai klub medioker setelah melakukan pergerakan buruk di bursa transfer demi stabilitas finansial. Menjual 2 bintang utama setelah melepas 11 pemain senior adalah gerakan mundur 10 langkah dibanding tim lain dari sisi mercato. Sejauh ini, pemain-pemain baru yang didatangkan masih berkelas semenjana. Milanisti nampaknya harus bersabar hingga penutupan transfer musim panas di akhir bulan Agustus, dimana Galliani akan menjalani sleepless period dengan harapan pemain-pemain incarannya mau dilepas dengan harga semurah mungkin seperti saat dirinya mendapatkan Zlatan Ibrahimovic, Robinho dan Antonio Nocerino.

Dalam laga pre season, Milan sama sekali tidak menjanjikan. Mereka memang mengalahkan Schalke dan Olimpia, namun mereka kalah dalam Trofeo TIM, dicukur Real Madrid 5-1 dan kalah 2-3 atas Juventus. Sorotan utama ditujukan pada lini pertahanan yang tampil buruk serta lini depan yang miskin peluang. Lini tengah juga tidak lebih baik, mereka kekurangan pemain kreatif untuk membongkar pertahanan lawan. Mereka memang mampu mendatangkan Cristian Zapata, namun kehadiran pemain asal Kolombia ini jelas belum cukup. Dengan situasi ini, peluang Milan masih sulit dianalisa hingga batas akhir penutupan transfer musim panas.

Wednesday, August 15, 2012

Preview La Liga musim 2012/2013



Bicara kompetisi ini, memang tidak jauh-jauh dari dua tim raksasa, Real Madrid dan Barcelona. Semua media akan memilih salah satu dari kedua tim raksasa ini untuk menjadi kandidat terkuat peraih mahkota La Liga. Dengan kekuatan skuat dan finansial yang jauh diatas tim-tim lainnya, kedua tim ini seperti menjadikan La Liga seperti layaknya Scottish Premier League (SPL) kala Glasgow Rangers masih bercokol disana. Rangers bersama Glasgow Celtic ganti-gantian menjadi juara SPL.
Kekuatan finansial Madrid dan Barca sangat terbantu oleh nama besar, sejarah, koleksi pemain bintang, prestasi belakangan ini dan penerimaan hak siar televisi. Mereka berdua mendapat hak siar eksklusif dengan bayaran jauh diatas klub-klub lain, bahkan Valencia dan Atletico Madrid yang juga klub papan atas. Kondisi ini semakin memperkuat duopoli La Liga.
Jose Mourinho telah membawa Madrid memutus rentetan kejayaan Barcelona musim lalu dengan menjuarai La Liga, termasuk memenangi duel El Classico di Camp Nou. Dengan skuat yang relatif tidak berubah, Madrid akan semakin solid. Mereka hanya butuh tambahan seorang bek kanan dan seorang gelandang, walaupun jika Mou sedikit saja mau menengok bangku cadangan, ada pemain bagus bernama Nuri Sahin disana.
Mourinho memiliki PR mengenai Ricardo Kaka. Besarnya gaji sang pemain tidak sebanding dengan kontribusinya di lapangan. Kaka dinilai sudah tidak mampu mengulangi performa gemilangnya di AC Milan, untuk itulah Mou bertekad menjualnya, lalu membeli pemain incarannya, Luka Modric.
Di lain pihak, Barcelona tetaplah lawan yang sama seperti mereka temui musim lalu jika dilihat dari kompsisi pemain. Mereka malah bertambah kuat dengan kehadiran bek kiri Jordi Alba. Namun sedikit kekhawatiran tertuju pada sosok pelatih baru mereka, Tito Vilanova.
Banyak pihak menjagokan Marcelo Bielsa untuk pindah ke Camp Nou di awal musim setelah Pep Guardiola mengundurkan diri dari jabatannya. Penunjukan Vilanova dianggap para petinggi Barca sebagai langkah tepat karena Vilanova mengenal betul tim ini. Vilanova juga dinilai tidak akan menggeser filosofi tiki-taka, yang awalnya ditanamkan oleh Johan Cruyff dan kemudian disempurnakan oleh Pep.
Namun gaya berbeda ditunjukkan pelatih yang sempat diserang Mourinho di laga El Classico itu. Ditangannya, Barcelona dinilai menjadi tim tertutup dan terkesan arogan. Promotor sepak bola dalam negeri menyebut bahwa Barca menjadi tim yang tertutup sejak ditangani Vilanova. Pendapat itu tidaklah berlebihan karena Tito menolak menjalani tur Asia selama jeda kompetisi. Tentu Tito memiliki pertimbangan mengenai masalah itu, tapi keputusannya membuat Barca kehilangan potensi penerimaan jutaan euro.
Selain itu, Tito melakukan langkah tangan besi lainnya dengan bersikukuh untuk mendatangkan punggawa Athletic Bilbao, Javi Martinez. Alasannya adalah Martinez fasih bermain sebagai gelandang bertahan maupun bek sentral, posisi yang selama ini dianggap sebagai titik lemah the Catalans. Sasaran alternatif yang sudah disodorkan petinggi maupun scout tidak dihiraukan Tito, sehingga Barca terus saja membawa “peluru kosong” ker San Mames, berharap untuk menggedor direksi Bilbao dan membujuk mereka untuk menurunkan banderol 40 juta euro yang melekat pada Martinez.
Masih belum cukup, Tito juga dianggap melecehkan Supercopa de Catalunya, sebuah pertandingan persahabatan rutin antara mereka melawan Espanyol, sebagai wakil Catalan di La Liga. Tito semula hanya akan memakai pemain cadangan di pertandingan itu, namun ketika pihak Espanyol mengetahui niat tersebut, mereka segera membatalkan pertandingan karena menganggap Tito melecehkannya.
Kesan buruk tersebut sudah tercipta, bahkan sebelum Tito mengawali laga resminya bersama Barca. Hal itu tentu saja bukanlah pertanda baik bagi tim super tersebut. Seberapapun hebatnya materi pemain, seorang pelatih bertangan besi yang terus menerus mengambil keputusan yang berseberangan dengan petinggi klub maupun suporter akan sulit untuk mengeluarkan potensi terbaik timnya. Dengan kondisi ini, Madrid lebih berpeluang untuk memenangi La Liga.
Perebutan posisi 3-4 dan 5-6 akan berlangsung seru. Zona Liga Champions memang sangat menggiurkan karena menawarkan banyak uang hasil partisipasi Liga Champions. Klub seperti Valencia, Malaga, Atletico Madrid, Sevilla maupun Athletic Bilbao memiliki kepentingan yang sama untuk mengejar posisi ini.
Penampilan bagus Bilbao dibawah Marcelo Bielsa amat mungkin terulang kembali, terutama jika Bilbao mampu mempertahankan Martinez dan Fernando Llorente. Permainan cantik yang diusung klub asal Basque tersebut membawa mereka ke dua final cup competition yang mereka ikuti musim lalu. Valencia, dibawah pelatih Mauricio Pellegrino juga tetap menjadi kandidat teratas menduduki zona Champions mengingat konsistensi penampilan mereka beberapa tahun kebelakang.
Diego Simeone dan klub asuhannya Atletico Madrid juga berpeluang meramaikan persaingan. Walaupun harus kehilangan Alvaro Dominguez dan Diego Ribas, dua pemain andalan musim lalu, namun Simeone mendapatkan Raul Garcia Cata Diaz dan Emre Belozoglu, yang memiliki kualitas tidak jauh berbeda. Keberhasilan Simeone mempertahankan Falcao juga menjadi kredit tersendiri, walaupun dia harus merelakan Dominguez dan Eduardo Salvio hengkang.
Yang sangat disayangkan adalah Malaga. Semua orang semula berpikir klub kaya baru inilah yang diharapkan mampu merusak dominasi duo Madrid-Barca. Dengan kekuatan finansial yang mumpuni, mereka mampu membeli banyak pemain bagus yang membawa mereka nyaman menduduki zona Champions musim lalu. Namun karena gagalnya proyek pembangunan resor mewah di pantai kota itu, investor jadi mengurungkan niat mereka untuk jor-joran mengisi kas klub. Proyeksi bisnis yang berantakan membuat para Sheikh dari Qatar itu murka. Akibatnya bukannya membeli pemain, Malaga malah melepas dua pemain kunci musim lalu, Santiago Cazorla dan Solomon Rondon.

Tuesday, August 14, 2012

Preview EPL musim 2012/2013



Tidak terasa, musim baru kompetisi Eropa segera dimulai. Liga 1 sudah dimulai dengan hasil imbang Paris Saint Germain dan dua gol Zlatan Ibrahimovic pada debutnya sebagai pengisi headline. English Premier League (EPL) dan La Liga dimulai akhir pekan ini, lalu Seri A Italia dan Bundesliga Jerman dimulai seminggu kemudian.

Kompetisi Eropa sudah siap dibuka kembali tirainya termasuk untuk kita negeri para penonton. Penonton yang rela begadang di sela-sela hari sibuk dan penonton yang mahir untuk saling mencela klub asing favoritnya di twitter dan berbagai forum suporter.

Saya akan berlagak seperti pengamat sepak bola ternama yang hobi bermain api, yaitu memprediksi EPL musim 2012/2013 walaupun saya hanya manusia biasa, bukan Tuhan.

Liga ini telah beberapa tahun terakhir dianggap kompetisi terbaik dunia. Kata siapa? Tentu saja kata Richard Scudamore. Scudamore, CEO EPL, pernah berkata bahwa “jualannya” EPL adalah kekuatan tim yang merata, hasil pertandingan yang sulit diprediksi, dan penentuan gelar juara yang bisa terjadi hingga pekan terakhir. Well, bisa dibilang segala perkataan itu terbukti di musim lalu, yang puncaknya adalah momen 13 Mei 2012 atau momen gol Sergio Aguero.

Pergeseran kekuatan amat mungkin terjadi. Lihat saja progressdari Tottenham Hotspurs. Penunjukan Andre Villas-Boas mungkin sebuah perjudian mengingat kegagalan pelatih muda ini di Chelsea. Namun dengan skuat bagus yang merupakan pilihannya, permasalahan who’s in charge ini coba dia buang jauh-jauh dari White Hart Lane. Si penggemar jongkok ini siap memimpin Spurs dengan dendam sebagai bahan bakarnya, layaknya dendam Dave Mustaine kepada James Hetfield dan Lars Ulrich.

Newcastle United amat mungkin menjadi tim one season wonder. Para pesaing mereka pasti sudah mempelajari cara menghentikan Papiss Cisse dan Yohan Cabaye. Jangan lupakan bahwa dua pemain ini akan menghadapi tantangan 2nd season syndrome.

Pergerakan lambat the Toon Army bursa transfer membuat sang bos Alan Pardew berang, buktinya ia masih berharap dapat memulangkan eks anak emas Andy Carroll ke St. James Park (Saya lebih suka menyebut nama itu ketimbang Sports Direct Arena).

Liverpool dan Everton amat mungkin menjadi tim overachieved. Liverpool ada di kelompok ini? Well, sorry to say bahwa prestasi jelek mereka belakangan telah melempar mereka dari kasta tim elite. Meski demikian, kedatangan Brendan Rodgers yang musim lalu mampu menyihir Swansea memberi harapan baru pada fans The Kop.

Hal ini juga berlaku untuk Everton. Jika mampu melanjutkan performa bagus seperti paruh kedua musim lalu, tidak akan ada yang meragukan pencapaian tim arahan David Moyes ini.

Last but not least, siapakah yang akan berada di posisi empat besar? Manchester City sebagai juara bertahan sangat pasif di bursa transfer kali ini. Saga Robin Van Persie memang memengaruhi pergerakan mereka mengingat hanya The best striker in the world yang diinginkan pelatih Roberto Mancini.

Liga Champions akan menghalangi ambisi mereka mempertahankan gelar. Jika musim lalu mereka rontok di babak penyisihan, tentu musim ini para direksi berharap mereka melangkah lebih jauh. Keadaan itu sangat berpotensi menggagalkan ambisi City mempertahankan gelar juara EPL.

Van Persie urung pergi sejalan dengan perbaikan signifikan Arsenal di bursa transfer. Kedatangan Lukas Podolski, Olivier Giroud dan Santi Cazorla mengeluarkan The Gunners dari patron tim feederpemain bintang.

Para Goonersakan makin sumringah menyambut pulihnya Jack Wilshere yang dijadwalkan terwujud Oktober nanti. PR Arsene Wenger kini adalah mempertahankan Alex Song dari kejaran Barcelona. Kombinasi Song dan Mikel Arteta musim lalu terbukti mengamankan engine room Arsenal. Jika barikade pertahanan mereka bermain konsisten sepanjang musim, Arsenal boleh jadi menjadi kandidat kuat peraih posisi empat besar, bahkan lebih.

Bagaimana dengan Chelsea? Mereka mendadak menjadi kalap belanja layaknya para wanita muda yang sedang menyerbu midnight sale. Entah apa yang terjadi pada Roman Abramovich, puluhan juta euro cek pembelian pemain ditandatanganinya seolah dalam keadaan ditodong pistol.

Eden Hazard, Marko Marin dan Oscar sudah didapatkan, namun Andre Schuerlle dan seorang bek kanan masih diincar. Bukankah keberadaan pemain-pemain bekarakter menyerang dan berteknik tinggi ini justru menjadi bumerang? Apakah mereka mampu melebur dalam taktik pragmatis Roberto Di Matteo? Keraguan semakin nyata melihat hasil-hasil buruk di laga pramusim dan Community Shield.

Terakhir, Manchester United. Kedatangan Shinji Kagawa akan semakin memperluas pilihan taktik Sir Alex Ferguson. Kagawa bisa dimainkan di posisi sayap maupun second striker. Jika musim lalu United bermasalah ketika Wayne Rooney absen, kini tidak lagi. United semakin tertolong dengan makin matangnya Danny Welbeck.

Belum lagi menyebut kesembuhan bek tangguh Nemanja Vidic dan gelandang kreatif Tom Cleverley. Walaupun Lucas Moura akhirnya terbang ke Paris, United sangat layak diunggulkan di posisi teratas kandidat juara EPL. Jika dengan skuat musim lalu saja mereka mampu menyulitkan Manchester City, mengapa sekarang mereka tidak bisa meraih lebih dari itu?


Bagaimana dengan prediksi Anda?

Wednesday, August 8, 2012

Fokus Menyambut dimulainya Ligue 1: Paris Saint Germain

Saya masih menyimpan jersey replika Paris Saint Germain (PSG), yang masih bersponsor Opel. Selain AC Milan dan Barcelona, saya sudah memfavoritkan klub kaya baru ini sejak akhir tahun 90an saat duet terbaik Eropa, David Ginola dan George Weah bahu membahu bersama Rai Oliveira, adik kandung almarhum Socrates dan sederet pemain bagus lainnya seperti Bernard Lama, Paul Le Guen dan Vincent Guerin.

Saya sih tidak heran ketika banyak akun twitter baru bermunculan yang menamakan diri sebagai suporter klub asal ibukota Prancis ini, begitu pula banyaknya orang yang tiba-tiba memakai jersey biru tua tim yang baru berdiri di tahun 1970 ini. Thanks to QSI (Qatar Sports Investment) atas kucuran dananya, yang membuat ratusan ribu, mungkin jutaan pemuda di dunia berpaling kepada rival abadi Olympique Marseille ini.

Sebagai “anak baru” di kompetisi Ligue 1, PSG memiliki prestasi biasa-biasa saja, namun memiliki basis fans yang luar biasa. Mereka memang tidak pernah terdegradasi, namun gelar juara liga mereka dapatkan terakhir 18 tahun lalu, saat wonderkid mereka Adrien Rabiot baru lahir ke dunia. PSG bisa dibilang sendirian menguasai Paris, kota dengan penduduk kosmopolitan berjumlah 10 juta jiwa. Paris FC, rival mereka lainnya tidak masuk hitungan karena mereka bermain di liga semi profesional. Dengan fanbase yang luar biasa ini plus bakat-bakat yang bisa dihimpun dari jutaan penduduk ini, PSG memang tinggal membutuhkan uang banyak untuk memperluas kerajaan mereka. Dan itu semua kini sudah terhampar di hadapan.

Leonardo, direktur olahraga mereka, mungkin setengah berbual saat berkata bahwa “kita tidak bisa sekaligus mendatangkan 10 orang Lionel Messi, bukan itu cara membangun klub.” Namun apa yang terjadi sungguh berbeda. Tidak lama setelah penunjukan Leo, pelatih Antoine Komboure dipecat. Padahal mantan pemain tim nasional Prancis ini baru saja membawa PSG menjadi juara paruh musim. Nama yang kurang populer di kalangan pelatih membuatnya harus merelakan posisinya ke tangan pelatih high profile, Carlo Ancelotti.

Benar saja, nama besar Carletto memang menjadi magnet bagi para pemain bintang. Berturut-turut Jeremy Menez, Javier Pastore, Thago Motta, Alex, dan Maxwell didatangkan di bursa transfer musim dingin. Lalu di musim panas, datanglah tiga pemain bintang lainnya yang lebih sangar, Ezequiel Lavezzi, Thiago Silva dan Zlatan Ibrahimovic. Kedatangan rombongan pemain bintang yang menguras 200 juta euro belum termasuk gaji hanya dalam waktu dua tahun itu sontak membuat Liga Prancis diselimuti euforia. Kompetisi ini akan semakin semarak dan berpotensi menyodok Liga-liga terkenal lainnya seperti La Liga, English Premier League maupun Seri a.

Lihatlah komposisi skuad mereka saat ini.



Dengan skuad seperti ini, mereka harus juara. Kehadiran pemain penentu seperti Ibra akan benar-benar dimaksimalkan Carlo Ancelotti. Ibra adalah jaminan juara liga, yang baru sekali gagal musim lalu setelah delapan musim berturut-turut membawa klubnya menjuarai tiga liga berbeda. Kemewahan skuad yang dimiliki membuatnya leluasa memainkan taktik dan melakukan rotasi pemain. Tinggal bagaimana dia mengendalikan ruang ganti dan mengayomi perilaku para superstar jika beberapa pemain tidak puas dengan sistem rotasi. Potensi terciptanya Ibra and friends dan Rabiot and friends memang besar, mengulangi cerita di ruang ganti Real Madrid era Galacticos jilid 1, yang terkenal dengan konflik dressing room antara Zidanes dan Pavones, menunjuk pada grup bintang Zinedine Zidane dan grup pemain akademi Francisco Pavon.

Bagaimanapun, perjalanan PSG dapat dihantui oleh kerugian yang tidak bisa ditolerir oleh UEFA. Financial Fair Play (FFP) mensyaratkan minimal kerugian 45 juta euro di akhir musim 2012/2013, dimana di 2014/2015 klub tidak boleh dalam posisi merugi. Dengan transfer yang besar plus biaya gaji tinggi, Swiss Ramble memperkirakan PSG akan merugi sekitar 92 juta euro.



Hitungan tersebut sebenarnya sudah berada pada tahap optimistis dimana sudah menghitung pencapaian PSG musim depan. Let’s say, mereka akan menjuarai liga dan mencapai babak perempat final Liga Champions, yang akan membuat posisi penerimaan mereka menjadi 88 juta euro, namun dengan pengeluaran yang mencapai 180 juta euro akan mengakibatkan mereka berada pada posisi rugi 92 juta euro (perhatikan tabel diatas).

Hal ini tentu melewati ambang batas toleransi UEFA. Namun jika mereka mampu menyiapkan proyeksi penerimaan yang menunjukkan bahwa trend profit PSG akan dimulai, mereka akan mampu melewati tahap monitoring ini dan berharap untuk menapaki kejayaan. Hal yang bisa digenjot PSG tentunya dari sisi hak siar televisi. Dengan semakin banyaknya pemain bintang yang mereka kumpulkan, musim depan tentu mereka bisa mendapatkan lebih banyak lagi, terlebih jika banyak stasiun TV seluruh dunia turut membeli hak siar pertandingan mereka. Ditambah lagi dengan penerimaan sisi komersial yang akan terus melebarkan brand, mereka bisa berharap untuk menyejajarkan diri dengan para raksasa macam Real Madrid, Barcelona, Manchester United maupun Chelsea.

Dengan liga Prancis yang akan bergulir akhir pekan ini, marilah kita sambut calon penguasa baru.

Monday, August 6, 2012

Poros BRIC dan Sepak Bola: India dan Cina



Cina dan India adalah dua negara Asia yang akan segera menggeser kiblat perekonomian dari dunia barat. Dengan potensi berupa penduduk yang jumlahnya miliaran –terbanyak pertama dan kedua di dunia- mereka akan menjadi raja perekonomian dunia tidak lama lagi. Hal ini tentu erat hubungannya dengan sepak bola, yang turut terpengaruh dengan segala kemajuan tersebut.

Made in India

Sebagai negara dengan perekonomian yang tengah meningkat pesat dan terkenal sangat bangga menggunakan produksi dalam negeri Made in India, negara ini sekarang tidak sekadar hanya ingin menjadi penonton dalam dunia internasional, khususnya di dunia olahraga. Jika sebelumnya mereka hanya memiliki kriket sebagai “agama” mereka, kini mereka mulai melirik olahraga paling populer sejagat, sepak bola.

Jika berbicara tentang India, yang sering kita dengar adalah industri film mereka yaitu Bollywood yang kian serius penggarapannya demi menghasilkan film-film bermutu, yang kini lebih dari sekadar kejar-kejaran dan ngumpet di pohon. Selain Bollywood, India lebih dikenal sebagai negara yang memainkan olahraga “asing” yaitu kriket. Olahraga kriket dimainkan nyaris oleh seluruh pemuda India. Siaran langsung maupun highlight yang terus menerus dijejalkan oleh media makin mendoktrin orang India untuk terus menonton kriket, sekaligus mendarahdagingkan olahraga ini.

Fakta tersebut membuat sepak bola sulit berkembang. Bagaimana mau berkembang jika olahraga yang sebenarnya merupakan pertemuan komunal ini terus disesaki oleh olahraga lainnya yang juga menghimpun komunitas besar macam kriket. Sebagai contoh sederhana, lapangan yang semula diperuntukkan untuk bermain sepak bola, selalu dijadikan lapangan kriket. Sepak bola disuruh mengalah dan anak-anak yang sebelumnya menggilai sepak bola akan terpaksa beralih hobi ke permainan kriket.

Stagnansi persepakbolaan ini bukannya didiamkan saja oleh semua kalangan. Penyelenggaraan I-League atau Indian Football Premier League sejak tahun 2007 membawa hasil menggembirakan dengan kelolosan India ke Piala Asia 2011, ajang dimana Indonesia absen sebagai partisipan. Walaupun selalu kalah dalam tiga partai penyisihan grup, namun hal ini turut menggairahkan persepak bolaan negara berpenduduk satu miliar jiwa ini.

Belum berhenti disitu saja, kapten mereka yaitu Sunil Chhetri ditarik oleh klub Major League Soccer, yaitu Sporting Kansas City. Perkembangan belakangan, pemain berusia 27 tahun ini kini bermain untuk tim B Sporting Lisbon. Selain Chhetri, dua pemain nasional India mengikuti trial di klub eropa. Subrata Pal mengikuti trial di Red Bull Leipzig, dan Gurpreet Singh Sandhu sedang mengikuti trial bersama klub English Premier League, Wigan Athletic.

Namun demikian, keberadaan India Football Premier Leagua (I-League) sebagai liga sepak bola profesional India dianggap kurang memadai untuk memajukan sepak bola India, khususnya tim nasionalnya. Sebagai parameter, rataan penonton yang berkisar hanya dibawah 5000an cukup jelas menggambarkan bahwa sepak bola adalah olahraga yang terisolasi ditengah kepadatan penduduk India. Sebuah realita paradoks yang sayangnya membuat sepak bola harus mengaku kalah sementara ini.

Euforia tim nasional seklaigus kurang mulusnya perjalanan I-League ini dimanfaatkan oleh sebuah badan investor. Salah satu investor dalam negeri mereka yaitu Celebrity Management Group (CMG) kemudian melakukan kerjasama dalam bentuk joint venture dengan Asosiasi Sepak bola India. CMG menginisiasi pembentukan Premiere League Soccer (PLS), sebuah kompetisi berbasis di West Bengal –negara bagian yang dianggap memiliki fanbase sepak bola terkuat di India- yang turut mendatangkan pemain veteran bereputasi dunia. Fabio Cannavaro, Robert Pires, Robbie Fowler, Jayjay Okocha, Juan Pablo Sorin, dan Hernan Crespo didatangkan untuk mengikuti kompetisi beranggotakan 6 tim dimana masing-masing tim mendapatkan satu orang pemain.

Namun tanpa berita yang jelas, kompetisi yang semula akan bergulir hanya 10 pekan –dari Februari hingga April 2012- tidak ada kejelasannya. Berita yang beredar mengatakan bahwa kesulitan infrastruktur membuat kompetisi ini gagal digelar. Terlihat jelas bahwa perencanaan yang kurang matang akan mengakibatkan sebuah proyek besar yang semula digaungkan untuk meningkatkan popularitas sepak bola ini mentah. Ketersediaan infrastruktur yang memadai, keberadaan fans dan kultur yang kuat adalah hal mutlak dalam sepak bola.

Rasanya, sepak bola terus di nina bobokan di negeri yang kaya budaya ini.
 

Once Upon a Time in China

Sebagai negara yang hanya tinggal menunggu waktu untuk menguasai perekonomian dunia, Cina ironisnya masih memiliki kekeringan prestasi pada olahraga terpopuler di dunia bernama sepak bola. Terakhir mengikuti Piala Dunia 2002, mereka hingga kini belum kembali ke ajang terbesar sepak bola itu dan malah bergelut dengan berbagai skandal dan korupsi di sepak bola dalam negeri mereka.

Skandal terkenal “Chip-shot gate” sudah cukup mencoreng persepak bolaan negeri tirai bambu itu. Skandal yang melibatkan sebuah kub Divisi dua Liga Cina ini menggambarkan kejadian memalukan sekaligus menggelikan, mungkin terparah sepanjang sejarah sepak bola.

Saat itu memasuki menit 90, tim Qingdao Hailifeng FC bertanding lawan Sichuan FC. Skor masih 0-3 untuk Sichuan, namun tiba-tiba asisten pelatih Qingdao memberi instruksi kepada pemainnya untuk membuat gol bunuh diri. Sang pemain belakang mencoba melakukan back pass melambung hingga melampaui kepala penjaga gawang, namun bola urung masuk ke gawangnya sendiri.

Setelah diusut, ternyata bos dari klub memang bertaruh bahwa klubnya akan menyerah 0-4. Sang bos marah besar kepada anak asuhannya, yang bahkan tidak bisa mengatur pertandingan.

Sikap-sikap seperti itulah yang turut menghancurkan sepak bola di negeri ini, menjadikannya titik nadir bagi persepak bolaan negeri berpenduduk paling banyak di dunia. Rangkaian kejadian semacam itu menyeret ketua federasi sepak bola negeri itu ke hukuman penjara selama 10 tahun.

Selain kecurangan dan mafia-mafia tersebut, kemunduran sepak bola di negeri ini juga disebabkan fokus badan olahraga mereka untuk menciptakan atlet-atlet nomor individu alih-alih beregu macam pesepak bola. Lapangan yang terbatas karena kurangnya lahan juga jadi permasalahan lainnya. Keseriusan pemerintah mereka terlihat dari banyaknya anak-anak yang sudah dilatih keras sejak mereka masih kecil. Tujuan mereka, apa lagi jika bukan merajai Olimpiade.

Prestise dan prestasi yang selama ini mereka raih di ajang multi-event Olimpiade membuat fokus mereka teralihkan dari sepak bola, yang hanya mendapat jatah satu medali emas saja di Olimpiade, dua jika ditambah tim sepak bola putri. Secara kultur, masyarakat Cina menyukai sepak bola, namun keadaan tidak mendukung mereka. Bagaimana dengan bola basket? Itu kan juga permainan beregu. Ya memang beregu, tapi bola basket membutuhkan lapangan yang lebih sempit, dan jumlah pemain yang lebih sedikit, makanya Cina bisa mengekspor Yao Ming ke NBA, yang hingga akhir karirnya dianggap sebagai pebasket Asia yang cukup sukses dan dihormati disana.

Yao Ming? Hmm. Itulah salah satu yang tidak dimiliki dunia sepak bola Cina. Mereka tidak punya pemain panutan yang diidolai oleh sebagian remaja layaknya Yao di dunia basket. Atau bahkan jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Jepang dan Korea Selatan, mereka kalah jauh. Jepang dan Korea memiliki pesepak bola hingga beberapa angkatan yang melanglang buana di Eropa. Jepang punya Hidetoshi Nakata dan kini Shinji Kagawa, Korea Selatan memiliki Park Ji Sung dan lainnya. Cina? Berapa banyak pemain negeri itu yang Anda kenal? Dong Fangzhuo? Hao Haidong? Li Tie? Shao Jiayi? Dimanakah mereka saat ini?

Belum lagi berbicara masalah kependudukan. Kebijakan satu keluarga satu anak disana membuat para orang tua menjadi lebih protektif terhadap anaknya. Jika memang ingin menjadikan anaknya sebagai atlet, tentu atlet olahraga perorangan yang memiliki tradisi emas Olimpiade yang menjadi pilihan, atau mendorong sang anak untuk menjadi penerus jejak Yao Ming, ketimbang menjadikan anak mereka pesepak bola, yang kurang berprospek itu.

Tapi, lihatlah keadaan sekarang.

Dua buah klub bernama Shanghai Shenhua dan Guangzhou Evergrande mencuri spot light dunia dengan menarik bintang-bintang sepak bola Eropa maupun Amerika Latin. Shenhua, yang sudah diperkuat Nicolas Anelka dan dilatih Jean Tigana, kini menarik rekan Anelka di Chelsea, Didier Drogba. Mereka bergabung bersama playmaker asal Kolombia Giovanni Moreno.

Setelah dipegang oleh miliarder pemilik perusahaan operator dan pemegang lisensi Game Online, Zhu Jun, Shenhua makin merekah sesuai arti namanya yaitu “Flower in Shanghai”. Shenhua menjadi pencipta sejarah dengan mempekerjakan dua orang asing di posisi direksi klub, yaitu Osvaldo Gimenez sebagai C.E.O. dan mantan Direktur Teknik PSV Eindhoven dan pemain nasional tim nasional Belanda, Stan Valckx untuk posisi yang sama dengan posisinya di PSV.

Sementara Evergrande kini dimiliki oleh perusahaan Evergrande Real Estate yang mengambil alih kepemilikan setelah membayar 100 juta Yuan kepada perusahaan farmasi, Guangzhou Pharmaceutical. Klub asal kota Guangzhou ini sebetulnya terdegradasi tahun 2010 akibat terlibat pengaturan pertandingan.

Kini selain dilatih Marcelo Lippi, yang membawa serta Michelangelo Rampulla sebagai pelatih kiper dan rombongan staf pelatih dari negaranya, mereka juga mendatangkan gelandang asal Argentina, Dario Conca dan juga bintang lokal Gao Lin dan Sun Xiang. Sebelum ini, Evergrande sudah diperkuat tiga legiun asing asal Brasil, salah satunya Muriqui, yang setahun sebelumnya memborong gelar topskor dan pemain terbaik Liga Super Cina. Perkembangan terakhir, striker asal Paraguay Lucas Barrios didatangkan dari Borrusia Dortmund.

Awan hitam yang menyelubungi persepak bolaan negeri pimpinan Presiden Hu Jintao ini sudah berlalu. Perbaikan ini adalah andil dari semakin majunya ekonomi Cina belakangan ini. Namun apakah berlalunya awan gelap sudah pasti menjadikan hari esok yang lebih terang bagi negeri tempat terdapatnya The Great Wall ini? Nanti dulu.

Investasi besar-besaran tentu tidak ada artinya jika bisnis yang berjalan tidak menguntungkan. Evergrande misalnya, mereka kerap membagikan 10 ribu lembar tiket kepada para pendukungnya di hari pertandingan, hanya untuk memastikan stadion mereka terisi penuh. Gaji selangit para pemain dan pelatih asing mereka tidaklah cukup untuk ditutupi dari penghasilan klub berupa pemasukan tiket, sponsor, penjualan merchandise maupun penerimaan hak siar televisi.

Bisnis sepak bola galactico ini belum sustainable bagi klub sepak bola Cina, yang pangsa pasar mereka tidaklah seluas negara dan sebanyak jumlah penduduknya. Sepak bola mereka masih berada pada tahap pengenalan kembali kepada pasar setelah kejatuhan skandal dan keringnya prestasi tim nasional yang terjadi sebelumnya. Terlalu naif jika mereka menggunakan pola pikir instan meniru klub-klub besar Eropa dan berharap memiliki pertumbuhan penerimaan seperti yang diterima oleh Real Madrid dan Barcelona.

Beberapa pihak menyatakan bahwa pembinaan pemain muda melalui akar rumput alias grassroots tetaplah lebih penting, mengingat pembentukan kompetisi dan tim nasional tangguh berasal dari sini. Namun para investor flamboyan itu tentu tidak mau menyia-nyiakan kesempatan mereka untuk angkat nama melalui sepak bola. Jika berinvestasi pada pembinaan pemain muda, tentu nama mereka akan kurang nyaring terdengar, ketimbang jika mereka berinvestasi kepada klub-klub Liga Super yang gaungnya sudah terdengar kini hingga ke Eropa.

Investasi, tanpa memiliki model yang mampu membuat bisnis itu bertahan sendiri (self-sustaining) hanya akan menjadi investasi yang rapuh. Para penggemar dan pelaku sepak bola kini mungkin dapat berharap pada kemurahan hati para investor saja untuk terus menerus menginjeksi pundi-pundi kekayaannya karena ketidakmandirian para klubnya. Jika hal ini menemui kegagalan dan klub malah menjadi bangkrut, sepak bola Cina akan semakin mengalami kemunduran.