Pages

Friday, June 29, 2012

Post Match Review Euro 2012: Jerman vs Italia

Mario Balotelli, meledak disaat yang tepat

Beberapa jam sebelum pertandingan Jerman melawan Italia, saya melakukan chat dengan beberapa teman yang merupakan pendukung klub-klub seri a. Ada pendukung Milan seperti saya, dan ada juga seorang Internisti. Mereka seperti sepakat untuk tidak mendukung tim nasional Italia karena la nazionale sekarang didominasi oleh pemain-pemain dari klub rival, Juventus.

Percakapan cheesy itu segera saya tinggalkan. Hal itu mengingatkan saya juga akan tweet dari para MU-haters yang menjelek-jelekkan Wayne Rooney dan Danny Welbeck di tim nasional Inggris. Tidaklah apple to apple membandingkan klub dengan negara, dan tidaklah relevan membawa-bawa fanatisme klub terlalu berlebihan untuk mendukung negaranya. Lagipula inipun negara orang nun jauh disana dan pertandingan ini tidak akan memberi dampak apapun kepada Indonesia. Ya, kitalah negeri para penonton yang rela ribut-ribut dan begadang demi menyaksikan pertunjukan bangsa lain. Saya gak mau ambil bagian yang ribut-ribut dan ribet-ribetnya, tapi saya rela begadang. Saya ingin begadang menyaksikan tim nasional favorit nomor dua setelah tim nasional Indonesia dan ingin menyaksikan pertandingan yang saya yakin akan berlangsung seru dan menarik. Mungkin juga penuh drama.

Jerman sangat banyak diunggulkan karena berbagai faktor. Namun italia memiliki keunggulan historis sebagai tim yang tidak pernah mampu ditundukkan Jerman dalam 7 kali pertemuan, yang dua diantaranya terjadi di Euro dengan hasil 1-1 pada tahun 1988 dan 0-0 pada tahun 1996. Dalam hal produktivitas selama turnamen, Jerman boleh berbangga karena hingga semifinal, mereka mampu mencetak 9 gol sementara Italia hanya 4, paling sedikit diantara semifinalis. Italia juga tim yang sepanjang sejarah tidak mampu mencetak gol ke gawang lawan di semifinal Euro.

Jerman menurunkan formasi dengan pakem andalan mereka yaitu 4-2-3-1 fluid dengan dua gelandang pivot Sami Khedira dan Bastian Schweinsteiger menopang tiga gelandang serang Lukas Podolski, Mesut Ozil dan.. Wow Toni Kroos. Sebuah kejutan kecil buat saya karena dengan dipasangnya Kroos yang lebih suka bermain di sentral permainan, Situs Zonal Marking juga ternyata sama terkejutnya. Jerman akan menumpuk gelandang untuk menghambat kinerja Andrea Pirlo di jantung permainan Italia. Lalu di depan, Mario Gomez yang berupaya mengejar gelar topskor dipasang sebagai ujung tombak. Di belakang dan penjaga gawang, susunan mereka sama.

Cesare Prandelli, yang sebelum pertandingan tim asuhannya dilanda masalah kebugaran sebenarnya agak membuat sedikit dahi berkerut dengan menempatkan 3 pemain berposisi natural center-back dan menempatkan seorang pemain kidal di sisi kanan pertahanannya. Hal ini karena Ignazio Abate dikabarkan tidak fit dan Cristian Maggio terkena hukuman akumulasi kartu kuning. Dengan dipasangnya Federico Balzaretti di posisi bek kanan, Prandelli memiliki seorang inverted full-back dalam timnya.

Pangeran Siahaan, seorang pecinta sepakbola, dalam salah satu artikelnya pernah menuliskan bahwa salah satu tujuan dipasangnya seorang inverted full-back adalah untuk menanggulangi bahaya yang ditimbulkan oleh inverted winger lawan. Saya tidak melihat seorang inverted winger di posisi head to head Balzaretti, karena disitu berdiri Lukas Podolski, seorang kidal murni yang hanya menggunakan kaki kanannya untuk berjalan. Namun melihat orang dibelakang Podolski, saya baru paham karena disitu ada Philip Lahm, juga seorang inverted full-back yang sangat lihai membantu serangan dan cukup produktif mencetak gol dan assist.

Di tengah hingga kedepan, Prandelli memasang pemain yang persis seperti ketika mereka mengalahkan Inggris. Andrea Pirlo dilindungi oleh dua gelandang pekerja yang pandai dalam menerapkan taktik, Claudio Marchisio dan Daniele De Rossi. Sementara Riccardo Montolivo dipercaya sebagai trequartista menopang duet maverick, Antonio Cassano dan Mario Balotelli.

Jerman sebenarnya memulai pertandingan dengan baik. Mereka mengambil inisiatif serangan melalui permainan cepat yang mereka kembangkan. Mesut Ozil lebih banyak bergerak ke kanan tempat Giorgio Chiellini beroperasi. Chiellini yang sejatinya adalah seorang bek tengah tampil amat disiplin menjaga daerahnya, meskipun beberapa kali Ozil dan Jerome Boateng mengancam lewat posisinya.

Sementara Lukas Podolski sayangnya seperti menghilang di lapangan. Hal ini memaksa Philip Lahm bekerja lebih keras menyokong serangan dari sisi kiri. Cederanya Abate seperti blessing in disguise bagi anak asuh Prandelli karena keterbatasan Balzaretti yang tidak nyaman menyerang melalui sisi kanan membuatnya lebih banyak statis di posisinya yang justru membuat Lahm dan Podolski terhambat. Meski demikian, Jerman sempat memperoleh kans bagus ketika sodokan Mario Gomez dari sebuah sepak pojok mempu menaklukkan Gianluigi Buffon, namun Pirlo yang berdiri di garis gawang mampu mengamankan bola dengan tenang.

Pirlo, seperti biasa, bagaikan seorang dirigen yang handal mengalirkan bola ke segala arah dan merusak konsentrasi pertahanan Jerman. Pirlo walaupun mengeluhkan waktu istirahat yang lebih cepat dua hari ketimbang Jerman sebenarnya menyimpan keuntungan yang mungkin dia tidak sadari. Dengan bermain di Juventus yang tidak mengikuti kompetisi eropa musim 2011/2012, Pirlo hanya tampil di kisaran 30-40 pertandingan. Bandingkan dengan Ozil yang tampil lebih dari 50 kali untuk Real Madrid. Ozil, seorang playmaker jempolan dan calon pemain terbaik di masa depan menyaingi Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, dalam pertandingan semalam tampil di sisi kanan. Kekurangan Ozil yang kurang memiliki awareness dalam membantu Boateng bertahan, dimanfaatkan dengan baik oleh Chiellini yang sesekali naik membantu serangan, juga Antonio Cassano yang memiliki tendensi menyerang dari sisi kiri lalu mengeluarkan passing magis ataupun crossingnya.

Dan salah satu gerakan cerdik sederhana yang diakhiri crossing sempurna, fantanito membuat Balotelli yang dengan keunggulan fisiknya mampu mengatasi duel udara dengan Holger Badstuber. Gol ke 21 lewat sundulan di turnamen ini sekaligus gol pertama Italia di babak semifinal. Ini juga menandai pertama kalinya Jerman tertinggal terlebih dahulu di turnamen ini. Italia lebih menunggu serangan lawan ketika unggul satu gol. Hal ini sempat membuat Jerman kembali tersengat untuk menyerang pertahanan Italia. Para gelandang Italia yang bermain dengan formasi diamond dan rapat kembali menjadi perisai yang sangat kokoh bagi lini belakang. Kali ini setelah bola mampu direbut, Riccardo Montolivo dengan kemampuan long pass yang eksepsional mampu membebaskan Balotelli dari penjagaan duet Badstuber dan Mats Hummels yang tiba-tiba limbung seperti para bek lawan era 90an ketika menghadapi Gabriel Batistuta.

Posisi mereka yang sejajar dan terlalu terpaku pada bola menjadi makanan empuk Balotelli. Dengan ketangguhan dan kecepatannya, Balotelli melepaskan tendangan sangat keras ke pojok kanan gawang Manuel Neuer, yang selanjutnya tampak bertepuk tangan atas gol ala Kojiro Hyuga dalam serial kartun Jepang, Kapten Tsubasa tersebut. Balotelli nampak seperti mengumpulkan segala potensinya sebelum pertandingan ini, dan meledakkannya di saat yang tepat. Ini adalah kali pertama Italia mampu mencetak dua gol di babak pertama sejak pertandingan mereka melawan Rumania di Euro 2000.

Joachim Loew membuat dua pergantian di awal babak kedua. Miroslav Klose dan Marco Reus masuk menggantikan Mario Gomez yang terisolasi dan Lukas Podolski yang menghilang. Penduduk Polandia yang mayoritas mendukung Jerman karena faktor kedekatan dan keberadaan dua pemain asal mereka, Podolski dan Klose terus meneriakkan dukungannya dengan meneriakkan “scheibe.. scheibe.. scheibe” dengan mengagumkan. Pergantian yang sempat merepotkan barisan pertahanan Italia karena pergerakan Reus mampu memecah konsentrasi Balzaretti dan sempat meloloskan Philip Lahm. Pertahanan Italia yang super ketat kembali perlu mendapatkan kredit. Belum lagi menyebut Gigi Buffon tampil dengan kelasnya yang sejajar dengan Iker Casillas. Anak-anak muda Jerman frustasi karena tidak kunjung mampu membongkar pertahanan Italia terlihat kehilangan semangat tempur, yang sepertinya hilang dari tim Jerman yang biasanya dikenal mampu tampil pantang menyerah hingga akhir.

Masuknya Antonio Di Natale, Alessandro Diamanti dan Thiago Motta menjaga ritme serangan balik Italia yang berbahaya. Andai penyelesaian akhir mereka lebih tenang, mereka bahkan bisa mencetak dua atau tiga gol tambahan lewat dua kans Marchisio dan satu peluang Di Natale. Mereka juga tidak perlu membiarkan Ozil mencetak gol penalti yang sempat menaikkan asa para skuad Der Panzer, yang di akhir-akhir laga menjadikan Manuel Neuer sebagai libero dengan formasi 1-3-2-3-2. Dalam tweetnya, Opta menyebut statistik pertandingan yang sebenarnya cukup berimbang dengan Jerman sedikit memegang kendali. Jerman melepaskan 20 tendangan, 8 diantaranya tepat sasaran. Italia melepaskan 11 dengan 4 tepat sasaran. Ball possession dimenangi Jerman dengan 56 berbanding 44 persen, dan Jerman mampu memperoleh tendangan penjuru sebanyak 14 kali berbanding nihil untuk Italia.

Italia membuktikan diri sebagai tim yang penuh tradisi hebat dan lekat dengan anomali sejarah seperti saya pernah tuliskan di preview pertandingan ini di tulisan sebelumnya. Kekuatan Jerman dengan segala progress mereka dalam beberapa tahun terakhir mentah ditangan tim dengan sejarah unik. Italia seolah meneriakkan slogan Jas Merah (Jangan melupakan sejarah). Jerman juga meneruskan catatan antiklimaks mereka pada Piala Dunia 2002, 2006 dan 2010 serta Piala Eropa 2008. Di kejuaraan itu, Jerman selalu tampil impresif di babak penyisihan namun kalah di babak semifinal atau final.

Prediksi saya bahwa Italia akan berbicara jauh hingga ke final dan mungkin menjadi juara akhirnya menjadi kenyataan. Juga prediksi saya di babak penyisihan dalam post match review Italia melawan Spanyol dalam salah satu pertandingan paling seru yang pernah saya saksikan. Prestasi final Italia ini seolah menyempurnakan siklus enam tahunan mereka mampu melaju ke final turnamen besar sejak tahun 1994. Jika di 1994 dan 2000 mereka takluk di partai puncak, tahun 2006 mereka mampu menjadi juara. Lalu apakah tahun 2012 ini saatnya Italia kembali juara? Well, who knows.

Apapun hasil di final nanti, pencapaian Prandelli adalah sesuatu yang brilian. Prandelli mampu membawa Italia ke final setelah dua tahun lalu Italia hancur-hancuran di Piala Dunia. Prandelli juga tidak lagi memiliki pemain-pemain bermental juara dan berkharisma macam Francesco Totti, Alex Del Piero, Fabio Cannavaro atau Paolo Maldini dalam timnya. Sosok itu kini hanya dimiliki dalam diri Gianluigi Buffon, Daniele De Rossi dan Andrea Pirlo.

Sementara jauh disana, dua orang lelaki paruh baya turut berbahagia dengan kemenangan Italia, namun air muka mereka selalu berubah setiap menyaksikan seorang pemain bernama Andrea Pirlo. Di sebuah kedai kopi, dua orang bernama Max Allegri dan Adriano Galliani makin terdiam ketika Andrea Pirlo diumumkan sebagai man of the match. Espresso mereka yang memang pahit akan terasa semakin pahit saja.

Allegri dengan aksen selatannya kemudian berseloroh, yang jika di twitter cocok dengan tagar #AwalnyaSederhana. "Kita sudah punya Cassano dan Montolivo. Mengapa tidak sekalian beli Balotelli?" Galliani menjawab "Tapi bagaimana dengan Ibra? Kamu kan 100 persen mengandalkannya dalam setiap serangan. Lagipula, Silvio tidak akan membiarkannya pergi." #kemudianhening

Thursday, June 28, 2012

The Beckham Law Series: Pemberontakan Sang Batman

Nuevo Mestalla setengah jadi, simbol bobroknya finansial?

Lanjutan dari (Intro):

David Beckham mungkin menjadi pemain sepakbola dengan pengaruh tertinggi dalam sejarah. Dia mungkin bukan yang terhebat, namun boleh jadi paling berpengaruh. Lebih berpengaruh dari seorang popstar. Dialah pop icon sesungguhnya. Entah berapa banyak orang yang meniru gaya rambutnya setiap saat dia mengganti tatanan rambut. Pada akhirnya, Beckham Law memang telah diamandemen, namun efek dari kebijakan ini telah menggurita kepada klub-klub La Liga.

Mundur kebelakang saat Beckham hijrah ke Real Madrid dengan transfer 35 juta euro, Spanyol mengubah drastis sistem perpajakannya. Apakah terlalu berlebihan menyebut Beckham adalah penyebab berubahnya sistem pajak pribadi ekspatriat yang bekerja di Spanyol? Well, mungkin saja tapi lihatlah fakta penetapan peraturan pemerintah yang sangat menguntungkan orang asing tersebut. Peraturan disahkan pada 11 Juni 2005, Beckham menandatangani kontrak tahun 2003. Namun peraturan tersebut berlaku surut 1 Januari 2004, dimana Beckham baru akan membayar pajak penghasilannya enam bulan kemudian. Beckham pula orang pertama yang mempergunakan fasilitas tersebut. Tidak salah bukan jika ketentuan pajak ini dinamakan The Beckham Law?

Ketentuan ini turut lahir dari semangat heroik dari Presiden Liga Nasional Sepakbola Profesional Spanyol, Jose Luis Astiazaran yang berupaya menjadikan klub-klub Spanyol mampu bersaing dengan rival-rival mereka dari Inggris dan Italia. Padahal sebelum peraturan ini dicetuskan, Real Madrid baru saja dua kali memenangi gelar Liga Champions (tahun 2000 dan 2002).

Dengan turunnya pajak, klub-klub Spanyol akan dimudahkan untuk mendatangkan pemain-pemain bintang asing yang berharga serta berpenghasilan selangit. Mereka bermaksud menaikkan reputasi La Liga dengan memindahkan pemain-pemain kelas dunia ke Santiago Bernabeo, Camp Nou, Mestalla atau Vicente Calderon. Dengan masuknya bintang-bintang tersebut, tidak hanya prestasi yang akan terangkat, tapi juga prestise. Ya, Spanyol juga berupaya menciptakan negara pariwisata sepakbola sekaligus meningkatkan jumlah kaum kelas menengah di negara ini. Kehadiran para bintang asing dengan gaya hidup mewah dan glamornya akan turut mengatrol sektor hiburan.

Bukan hanya pantai Ibiza, Santiago de Compostela atau tarian Flamenco saja yang ingin mereka jual kepada para turis, namun mereka juga berupaya memajang sepakbola di etalase terdepan toko mereka. Kehadiran bintang-bintang kelas dunia akan meningkatkan gairah persepakbolaan Spanyol, yang sebelum tahun 2008 tim nasionalnya lebih dikenal sebagai tim dengan yang sekadar mampu bermain cantik namun tidak mampu meraih gelar.

Benar saja, sepakbola menjadi jualan yang sangat laris. Stadion terisi penuh penonton karena keinginan untuk menyaksikan langsung permainan para bintang kelas dunia. Average attendants meningkat pesat, sponsor yang masuk mengalir bak air bah, pemain bintang menjadi semakin kaya.

Klub-klub seperti Racing Santander, Osasuna maupun Real Betis tentu tidak ingin menjadi bulan-bulanan para penguasa macam Real Madrid dan Barcelona, mereka juga memanfaatkan kebijakan perpajakan tersebut guna menarik para bintang dari luar negeri untuk meningkatkan prestasi. Apa daya, prestasi juga tidak kunjung didapat malah biaya gaji yang membengkak. Mereka juga dihadapkan pada tuntutan dan cercaan supporter yang haus kemenangan tanpa mau peduli akan keadaan finansial tim.

Keadaan ini sungguh membuat klub-klub tersebut mengalami efek delusional. Mereka menelan bulat-bulat kebijakan ini dengan membeli banyak pemain-pemain asing dan menyanggupi permintaan gaji selangit mereka, padahal kondisi keuangan mereka tidaklah ideal.

Eks Perdana Menteri Zapatero yang berasal dari Partai Sosialis pernah mengusulkan untuk mengamandemen Beckham Law dengan maksud penghematan. Jose Maria Gay, seorang ahli finansial sepakbola Spanyol mendukung rencana Zapatero dengan mengatakan bahwa “La Liga is dying”. Namun Astiazaran mengemukakan bahwa amandemen yang menghapuskan fasilitas perpajakan bagi para ekspatriat akan membunuh sepakbola Spanyol, karena para pemain terbaik dunia akan enggan datang ke Spanyol dan memperkuat klub-klub Spanyol, yang akan berujung pada menurunnya prestasi tim dan negara. Hmm, jadi siapa yang benar.

Perjuangan sang Batman
Valencia, klub berlambang kelelawar layaknya jagoan fiksi Batman, dikenal sebagai klub dengan tradisi sebagai pengganggu duopoli Madrid dan Barcelona. Los Ches terlihat paling getol memanfaatkan situasi ini. Selain melakukan transfer pemain dengan total nyaris 110 juta euro dalam kurun rentang musim 2004/2005 hingga musim 2006/2007, mereka juga membangun stadion baru bernama Nuevo Mestalla pada tahun 2007 yang memakan biaya 240 juta euro. Stadion ini ironisnya adalah salah satu fenomena bubble property terbesar di negeri Matador karena pada akhirnya mereka hanya mampu menyelesaikan setengah dari pembangunannya, di lain pihak stadion lama Mestalla mereka tidak kunjung laku dijual. But that’s just the way the story goes.

Mundur ke tahun 2008, Guardian merilis cerita menarik mengenai bagaimana Valencia selamat dari kebangkrutan berkat kecerdikan mereka. Bagaimana mungkin klub yang berutang hingga 547 juta euro masih bisa dibiarkan melenggang bebas? Saat pembangunan Nuevo Mestalla terhenti akibat krisis, mereka tetap menempatkan 4-5 orang pekerja disana. Para pekerja stadion itu hanya melakukan pengecekan standar selama 2-3 jam, dimana sisa waktu lainnya bisa mereka pergunakan untuk minum kopi, bermain kartu, hingga tidur siang. Mereka hanya berupaya meyakinkan orang bahwa proyek masih berjalan dan Valencia baik-baik saja.

Presiden klub 2008 Manuel Llorente mengambil langkah berani ketika ia bersikeras mempertahankan David Villa dan David Silva dengan mengatakan bahwa penjualan bintang seharga 40 juta euro tidak akan mampu menutupi utang 500an juta. Llorente berupaya meyakinkan para calon administrator bahwa ia mampu menjual Mestalla dan mendapatkan keuntungan dari pembangunan Nuevo Mestalla karena yakin prestasi Valencia akan senantiasa stabil dan mampu lolos ke Liga Champions setiap musimnya. Rencana tersebut juga diikuti dengan penjualan sebagian kecil saham kepada supporter loyal mereka dengan nilai lumayan besar.

Kabar terakhir menyebutkan bahwa pembangunan stadion ini kembali dilanjutkan setelah pihak klub mendapatkan kreditor baru yaitu Bankia, yang member jaminan keuangan bagi klub berlambang kelelawar ini. Diplomasi Llorente yang seolah mengatakan bahwa "Valencia is more than ok" membuat para kreditor akhirnya bersedia mengucurkan dananya. Nuevo Mestalla rencananya akan siap digunakan pada musim 2014/2015. Dari data Deloitte Football Money League (DFML), Valencia memiliki rataan 35 ribu penonton per partai home mereka. Untuk klub dengan rataan penonton 35 ribu dan rataan pendapatan gate receipt 1,1 juta euro pada musim 2010/2011 dari kapasitas Mestalla lama sebesar 55 ribu penonton, rencana pembangunan Nuevo Mestalla menjadi pertanyaan besar. Jika rataan jumlah penonton saat ini hanya 64%, membangun stadion baru dengan jumlah penonton 75 ribu adalah perjudian yang berani.

Jika ingin stadion mereka penuh penonton, mereka tentu harus memberikan something in return kepada para penonton. Faktor stadion gres yang dibangun dengan mayoritas bahan aluminium memang bisa menjadi daya tarik tersendiri yang akan menarik minat penonton. Namun jika klub mengalami penurunan performa dan prestasi, lain lagi ceritanya. Hebatnya, Valencia adalah salah satu klub tertangguh. Sebutan ini muncul karena mereka selalu berprestasi stabil meski kerap ditinggal para bintangnya.

David Villa dan David Silva memang akhirnya hijrah pada musim 2010/2011 dengan total nilai transfer 60 juta pound. Setahun kemudian Juan Mata hengkang dengan nilai 23 juta pound. Hal ini nyatanya tidak menjadikan prestasi tim terpuruk. Mereka malah mampu menyelesaikan kompetisi musim 2011/2012 di posisi ketiga dibawah dua raksasa, Madrid dan Barcelona. Pembelian mereka terhitung sukses dengan mendatangkan pemain-pemain potensial namun tidak seberapa mahal macam Adil Rami (5 juta pound), Pablo Piatti (6 juta) dan Diego Alves (2,6 juta).

Pembelian ini jauh lebih bijak ketimbang yang mereka lakukan terhadap Joaquin (22 juta dari Real Betis musim 2006/2007) ataupun duo Italia Stefano Fiore dan Marco Di Vaio (total 25 juta musim 2004/2005. Dengan keberhasilan membeli pemain bagus namun berharga biasa, Valencia dapat disamakan dengan AC Milan. Keberhasilan mereka memperoleh surplus besar dari penjualan David Villa, David Silva, Juan Mata dan berikutnya Jordi Alba setara dengan keberhasilan Milan menjual Andriy Shevchenko dan Ricardo Kaka dengan harga fantastis. Jangan lupakan pula bahwa keberadaan Rami, Piatti dkk yang bersinergi dengan calon bintang macam Pablo Hernandez dan Roberto Soldado akan menjadikan Valencia tetap berada pada jalur Liga Champions, yang menjanjikan banyak uang. Meningkatnya performa keuangan mereka juga terlihat dari masuknya mereka dalam daftar 20 besar DFML musim 2010/2011.

Besarnya dampak Beckham Law memang terlihat dari prestasi tim-tim Spanyol di kancah Eropa. Namun sayangnya hal ini hanya menimpa dua raksasa, Madrid dan Barcelona tadi. Dengan jatah hak siar yang jauh lebih besar yaitu 140 juta euro daripada jumlah yang diterima kontestan lain La Liga (Valencia mendapat 40 juta), mereka menjadi penguasa dari liga, yang malah berujung menjadikan La Liga tak ubahnya Scottish Premier League yang peraih gelarnya kalau tidak Glasgow Celtic, ya Glasgow Rangers, kalau tidak Rangers ya Celtics. Liga yang nilai serunya hanya menentukan siapa peringkat ketiga dan keempat klasemen akhir, karena posisi 1-2 sudah pasti hanya diperebutkan oleh…Madrid dan Barcelona.

Memang sebelum fenomena ini, Madrid dan Barcelona sudah menjadi pengumpul terbanyak gelar domestik liga. Dengan tambahan kemudahan pajak ini, dominasi makin terasa dan makin sulit didongkel oleh Valencia sekalipun. Dan setelah Beckham Law diamandemen, dominasi duopoli Madrid dan Barcelona masih saja terjadi. Pada musim yang baru berakhir 2011/2012, Real Madrid memimpin klasemen dengan poin 100 dan mencetak 121 gol. Barcelona di posisi kedua dengan 91 poin dan mencetak 114 gol. Valencia memang berada di posisi ketiga, namun poin mereka hanya 61, 30 poin lebih sedikit daripada Barcelona yang berada di posisi kedua.

Sang Batman perlu berjuang lebih keras, dan men-upgrade peralatan perangnya.

Wednesday, June 27, 2012

Preview Jerman vs Italia – Melawan Anomali.

Mesut Ozil dan Mario Gomez, melawan tim anomali

Anomali. Belakangan ini kita sering mendengar nama itu sebagai nama kedai kopi yang banyak dikunjungi orang. Saat saya sedang menikmati kopi lokal mereka di malam hari, sekelompok anak muda tanggung yang pastinya punya uang jajan berlebih bertanya kepada barista. “Mas, Anomali itu apa sih artinya? Kenapa dinamakan Anomali?” Dengan lancar, barista menjawab “Anomali itu maksudnya beda, gak lazim, tapi dengan cara itu kita mencoba masuk pasar, sekaligus memasarkan kopi-kopi asli Indonesia.” Anak-anak tanggung itu hanya mengangguk-angguk, entah informasi tersebut benar-benar masuk kedalam kepala mereka atau hanya sekedar lewat, berbarengan dengan informasi pelajaran sekolah yang mereka dapat siang tadi.

Berbicara mengenai anomali, kadang fenomena ini memberi ruang bagi sesuatu yang tidak biasa untuk memperkenalkan dirinya kepada dunia, anomali memberi pilihan baru bagi banyak orang yang bosan dengan cara-cara yang lama. Anomali membuat dunia makin berwarna. Garrincha adalah sebuah contoh anomali dalam dunia sepakbola. Bagaimana bisa pemain yang ukuran kakinya tidak simetris menjelma menjadi salah satu pesepakbola terbaik sepanjang masa.

Sebagian orang bahkan berpendapat penyerang sayap kanan ini lebih baik daripada Pele. Bisa diperdebatkan, namun tanpa kemampuan dribbling dan akurasi tendangan kedua kakinya yang membuat bek lawan bingung, Brasil akan sulit menjadi juara dunia di tahun 1958 dan 1962. Khusus di 1962, Pemain underrated ini seolah sendirian memberi gelar juara kepada Brasil karena cederanya Pele setelah pertandingan pertama.

Satu anomali lagi yang ingin saya bahas lagi adalah anomali tim nasional Italia, yang akan menghadapi tim nasional Jerman pada semifinal Euro 2012. Tidak perlu saya ceritakan lagi mengenai kondisi anomali yang melanda tim ini, Anda pasti sudah familiar dengan gelar-gelar juara turnamen besar yang pernah diraih Italia, dan banyak diantaranya didapatkan dengan kondisi mereka yang berantakan dan penuh skandal, yang jika dipikir dengan logis, agak mustahil tim yang kondisinya terpuruk mampu memenangi sebuah turnamen besar. Kali ini kekuatan anomali tersebut terancam kembali menjadi kenyataan manis bagi tim azzuri.

Tepat sebelum Euro dimulai, skandal scomessepoli mencuat dan melibatkan sejumlah nama terkenal termasuk Domenico Criscito, yang sebelumnya diproyeksikan menghuni posisi bek kiri utama La Nazionale. Italia juga tidak memiliki pemain sehebat Francesco Totti atau Alessandro Del Piero, bek sehebat Paolo Maldini dan Fabio Cannavaro serta seorang prima punta setajam Christian Vieri yang mampu membuat perbedaan dalam pertandingan.

Dalam kurun waktu kritis menjelang keberangkatan mereka ke Euro 2012, Italia bagian utara mengalami musibah gempa bumi, yang selain menewaskan beberapa warganya juga membatalkan uji coba “main-main” mereka melawan Luksemburg. Italia kemudian takluk 0-3 dari Rusia dalam partai uji coba terakhir yang sebenarnya dimaksudkan untuk pemantapan skema permainan. Celakanya, cedera menimpa bek andalan Andrea Barzagli dalam pertandingan itu.

Publik menyikapi situasi La Nazionale dengan skeptis, namun apa yang terjadi sungguh menunjukkan sebaliknya. Tidak ada yang menyangka Italia mampu memberi perlawanan hebat bagi Spanyol, dan hingga babak perempat final, Antonio Di Natale adalah satu-satunya pemain yang mampu menjebol gawan Iker Casillas di turnamen ini. Selanjutnya setelah ditahan imbang Kroasia, Italia mampu mengatasi duo british, Irlandia dan Inggris dengan permainan yang mengesankan.

Italia tidak lagi bermain bertahan dan menunggu untuk diserang lawan seperti yang biasa kita kenal. Italia juga tidak lagi menjadi papan dart bagi para penyerang-penyerang lawan. Italia era Prandelli adalah tim yang berusaha menguasai permainan dan mengambil inisiatif serangan. Italia tetap bertahan dengan baik, namun tidak bermain bertahan. Fakta bahwa sepanjang 120 menit mereka mampu 30 kali membombardir gawang Inggris dan dengan keunggulan ball possession mutlak menunjukkan kemampuan yang eksepsional. Andai Mario Balotelli mampu bermain lebih serius lagi, Italia seharusnya bisa lebih awal mengatasi perlawanan Inggris.

Dilain pihak, Jerman telah terlebih dahulu menjadi tim super. Reformasi yang mereka lakukan, terutama investasi besar mereka terhadap pembinaan usia muda pasca kegagalan mereka di Euro 2004 sudah menunjukkan hasil di Piala Dunia 2006. Reformasi dalam permainan yang dilakukan oleh Juergen Klinsmann di Piala Dunia yang diselenggarakan di negeri sendiri menghasilkan tim nasional dengan wajah baru yang sangat impresif dalam menyerang. Di tangan Klinsi, Jerman berubah menjadi tim yang bermain agresif dan mampu bermain cantik. Ditangannya pula, seorang Lukas Podolski menjadi pemain muda terbaik turnamen dan menjadi andalan nationalmannschaft hingga kini.

Joachim Loew meneruskan kerja Klinsi dengan baik. Di dua turnamen selanjutnya, Jogi memaksimalkan lebih banyak lagi talenta muda, yang mencuat di Piala Dunia 2010. Mesut Ozil, Sami Khedira dan Thomas Mueller menemukan pentasnya di gelaran South Africa 2010 dengan penampilan yang atraktif. Dan di  Euro 2012 ini saat potensi mereka bahkan belum sepenuhnya maksimal, sudah muncul lagi nama-nama Andre Schurlle, Mats Hummles, Marco Reus, Toni Kroos, Mario Goetze  dan Lars Bender yang siap menjadi bagian dari tim.

Banyak yang mengatakan di Euro 2012 inilah saatnya Jerman mulai mengambil alih dominasi sepakbola dunia dari tangan Spanyol, penguasa saat ini. Segala syarat nampaknya sudah dipenuhi oleh der panzer. Mereka melalui babak penyisihan grup neraka dengan poin sempurna, mereka juga menjungkalkan kuda hitam Yunani di babak perempat final tanpa kesulitan berarti walaupun tampil dengan skuad pelapis. Variasi permainan, konsistensi hasil, kekayaan taktik dan kedalaman skuad membuat tim mereka seperti tim yang too good to be true. Dan seperti ditulis Kompas, Jogi Loew juga sudah berupaya meningkatkan pragmatismenya, mengenyampingkan paham fundamentalisnya demi sebuah gelar yang dicita-citakan oleh publik mereka.

Namun untuk menjadi the next ruler, mereka harus menghentikan Italia terlebih dahulu. Italia kebetulan adalah batu loncatan bagi Spanyol sebelum mereka meraih tahun-tahun penuh kejayaan. Xavi Hernandez berkomentar bahwa setelah mereka mengalahkan Italia lewat drama adu penalti di perempat final Euro 2008, mentalitas juara mereka menjadi kian nyata, dan terbukti mereka setelah itu melenggang tanpa cela untuk menjadi juara.

Jerman memiliki tantangan serupa dengan Spanyol empat tahun lalu. Italia adalah tim yang mampu membalikkan prediksi banyak orang, termasuk pertandingan lawan Inggris kemarin dimana mereka juga tampil sebagai tim underdog. Pertandingan mereka melawan Spanyol dan Inggris dipandang sebagai pertandingan paling seru sepanjang gelaran Euro 2012 ini. Jerman akan menghadapi tim yang sangat termotivasi. Italia sadar, setelah turnamen ini mereka mungkin saja tidak mampu mengulangi lagi hasil-hasil impresif ini karena dua pemain kunci, Andrea Pirlo dan Gianluigi Buffon sudah memasuki usia senja. Inilah boleh jadi saat terakhir mereka memberikan gelar bagi La Nazionale.

Formasi 4-3-1-2 Italia akan coba mereka redam dengan formasi andalan 4-2-3-1 fluid yang sudah digunakan sejak era Klinsmann. Kondisi Bastian Schweinsteiger yang masih meragukan akan coba diakali Jogi dengan memasukkan Toni Kroos. Sementara Sami Khedira bisa saja diinstruksikan untuk mematikan Andrea Pirlo. Jika Thiago Motta bermain, kerjasamanya dengan Pirlo akan menjadi ktusial karena Motta mampu membagi bola lebih baik ketimbang Riccardo Montolivo. Pertarungan lini tengah kedua tim akan banyak mempengaruhi hasil pertandingan. Dinamisnya permainan Mesut Ozil akan coba dibendung dua gelandang pekerja Italia, Claudio Marchisio dan Daniele De Rossi.

Barisan pertahanan Jerman harus berkonsentrasi penuh terhadap passing Andrea Pirlo. Pirlo memiliki rataan jumlah passing terbanyak (62) di area final third dalam turnamen ini menurut Opta. Pemain kalem yang baru mengejutkan dunia lewat tendangan penalti cucchachio ala Antonin Panenka ini juga punya kemampuan eksepsional bola-bola mati, mengalirkan bola kepada kedua sayap ataupun langsung memberikan killer ball kepada Mario Balotelli. Jika menemukan harinya, Balotelli bisa menjadikan Holger Badstuber dan Mats Hummels menderita. Namun demikian karena kurangnya masalah ketajaman, jumlah passing yang melimpah di final third ini tidak menjadikan Italia tim yang prodiktif mencetak gol. Mereka baru mencetak 4 gol sepanjang turnamen dimana 3 diantaranya tercipta melalui situasi set-piece.

Sementara serangan Jerman lebih kolektif di final third. Kombinasi permainan Schweinsteiger-Khedira-Ozil dapat secara tiba-tiba membebaskan Mario Gomez, Podolski, Mueller, bahkan Philip Lahm dari kawalan dan memberi mereka ruang tembak terbuka. Pola 4-2-3-1 fluid mereka juga menjanjikan pertunjukan menarik dari kedua sisi lapangan dan kreativitas Mesut Ozil dalam membongkar pertahanan lawan dari segala arah. Distribusi dari sektor sayap melalui crossing terukur Lahm dan Jerome Boateng kepada Gomez juga bisa menjadi andalan jika mereka tidak mampu menembus lini tengah.

Cederanya Giorgio Chiellini memang cukup mengganggu persiapan tim azzuri, namun duet Bonucci-Barzagli terbukti cukup dapat diandalkan menjaga pertahanan mengingat mereka berdua tampil cukup baik pada laga melawan Inggris. Jika Chiellini kembali, jaminan akan pertahanan kokoh akan memperbesar peluang Italia untuk melukai tim panser. Italia bisa juga mempertimbangkan pemakaian formasi 3-5-2 seperti saat mereka tampil baik melawan Spanyol dan Kroasia. Dengan menguatkan sektor sayap, pola yang menyediakan spare-man ini dapat meminimalisir ancaman sayap dari tim panser.

Kabar terakhir menyebutkan potensi pemain-pemain yang akan absen di partai ini. Kubu Italia lebih terpukul dengan kondisi ini ditambah fakta bahwa Italia memiliki waktu istirahat lebih sedikit dua hari daripada Jerman. Italia berpotensi kehilangan Motta, De Rossi dan Ignazio Abate yang fisiknya menurun saat menghadapi Inggris. Antonio Nocerino bisa masuk menggantikan De Rossi. Pergerakan dan naluri ofensif pemain ini memang lebih baik daripada De Rossi namun DDR unggul dalam bertahan. Sementara lubang di sisi kanan pertahanan lebih menganga karena jika Abate absen, Italia praktis tidak memiliki stok bek kanan murni karena Cristian Maggio terhukum akumulasi kartu kuning. Emmanuele Giaccherini bisa jadi akan dijadikan bek kanan darurat. Hal ini mendasari pemikiran untuk kembali dipakainya pola 3-5-2 untuk melindungi sisi kanan pertahanan dengan menempatkan Bonucci untuk melindungi Giaccherini.

Di pihak Jerman, hanya Ilkay Gundogan yang diberitakan mengalami cedera ringan saat latihan. Memasang pemain cepat seperti Schurlle dan Reus perlu dipertimbangkan Loew untuk mencecar sisi rapuh sebelah kanan pertahanan Italia. Sementara di posisi striker, ambisi Mario Gomez untuk menggondol predikat top skor akan menjadikannya termotivasi dan insting tajamnya akan menjadi ancaman nyata bagi pertahanan Italia.

Mampukah Jerman memutus anomali?

Thursday, June 21, 2012

The Beckham Laws Series - Intro: Footballer vs Taxman

Alfredo Di Stefano dan Beckham, si pengubah sistem ekonomi

Dalam hidup, tidak ada yang pasti selain kematian dan pajak. Ungkapan ini rasanya sudah sangat sering terdengar, dan selama kita hidup, kita akan dihadapkan untuk membayar pajak. Tidak ada yang sukarela mengeluarkan uangnya untuk membayar pajak, dalam hal ini pajak penghasilan. Berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dimana kita membayar pajak atas sesuatu yang akan kita konsumsi, membayar pajak penghasilan tidak serta merta memiliki kontraprestasi langsung kepada pembayarnya, untuk itulah aturan dan tarif yang sering berubah adalah salah satu ciri khas dari pajak penghasilan.

Besarnya Pajak Penghasilan (PPh) akan sangat menentukan berapa besarnya penghasilan bersih yang kita terima, baik sebagai individu (orang pribadi) maupun badan. Dunia sepakbola sebagai dunia pertunjukan paling laku dan semarak di dunia, tentu tidak lepas dari masalah perpajakan.

Besarnya PPh yang dipotong dari penghasilan yang diterima atau diperoleh akan turut mempengaruhi keputusan seorang pemain sepakbola. Footballers go where the money is. Menjadi pesepakbola terkenal tentu akan menjanjikan balutan kekayaan yang melimpah, dan para pesepakbola kaya itu tidak akan serela dan semulia itu untuk merelakan pundi-pundi kekayaannya untuk dipotong pajak yang besar.

Dalam perspektif liga di Eropa, Spanyol adalah salah satu negara yang menerapkan sistem perpajakan yang unik. Sistem yang memberikan insentif besar bagi para expatriates berpenghasilan diatas 600 ribu euro setahun ini memang diterapkan sudah cukup lama, yaitu pada tanggal 11 Juni 2005 dengan dikeluarkannya Royal Decree 687/2005, atau lebih dikenal luas dengan “The Beckham Law”

Peraturan ini dikeluarkan saat Beckham bermain di Real Madrid pada musim kompetisi 2003/2004. Hebatnya, peraturan ini berefek retrospektif alias berlaku surut di 1 Januari 2004 dimana Beckham baru akan membayar PPh terutangnya selama setahun paling lambat tanggal 30 Juni 2004. Tidak salah jika nama Beckham sangat identik dengan peraturan ini.

Peraturan ini sebenarnya tidak ditujukan untuk pesepakbola saja, namun untuk para expatriates secara umum. Pemerintah Spanyol saat itu memang mencoba untuk menarik minat sebanyak-banyaknya para investor asing, termasuk para insinyur dan ahli keuangan untuk membantu meningkatkan performa perekonomian negara yang terletak di semenanjung Iberia tersebut.

Namun seperti kita lihat sekarang, Spanyol adalah salah satu negara penghutang terbesar di Eropa. Keadaan ini menjadikan negara mereka mengalami krisis ekonomi, yang memaksa Perdana Menteri Alberto Luis Rodriguez Zapatero mundur dari jabatannya. Imperialisme model baru yang berlatar belakang keserakahan tanpa batas ini tidak berhasil dengan baik nampaknya. Kalo kata Dave Mustaine, “the system has failed and the world needs a hero!”

Kembali ke dunia impian kita, dunia sepakbola. Dibawah Beckham Law, PPh yang dipotong dari penghasilan para pemain bola itu dikenai tarif flat 24,7% dimana tarif normal dari PPh orang pribadi Spanyol adalah mencapai 53% progressive rate tertingginya, 56% kabarnya untuk wilayah Catalonia. Sebuah negara yang seolah menggelar karpet merah bagi para borjuis asing, dan memungut pajak dua kali lipat lebih tinggi kepada rakyatnya sendiri. Saya jadi memahami perasaan orang Catalonia dan Basque. Ah sudahlah.

Memang untuk menikmati fasilitas tersebut harus memenuhi persyaratan tertentu. Beberapa kondisi yang perlu diperhatikan antara lain:

1.     Tidak berlaku untuk seseorang yang sudah tinggal di Spanyol selama 10 tahun

2.     Tidak berlaku untuk orang asing yang penghasilannya dibawah 600 ribu euro

3.     Harus bekerja di Spanyol, dimana pemberi penghasilannya juga warga negara Spanyol atau memiliki tempat tinggal permanen di Spanyol

4.     Penugasan harus dilakukan di Spanyol, walaupun bekerja diluar Spanyol selama periode tersebut diijinkan sebanyak 15% durasi kontrak

5.     Fasilitas ini berlaku untuk 5 tahun.

Sebagai ilustrasi, inilah perbandingan potongan pajak penghasilan pemain asing dengan pemain lokal, dengan gaji yang sama yaitu 50 ribu euro per minggu.

Mr. X




Annual Individual Tax Calculation

Spain resident



Gaji Bersih
       50,000.00
52
  2,600,000.00


Penghitungan Pajak:

24.75%
       17,707
         4,382.48

30%
       15,299
         4,589.70

40%
       20,399
         8,159.60

47%
       66,592
       31,298.24

49%
       54,999
       26,949.51

51%
     124,999
       63,749.49

52%
  2,300,005
  1,196,002.60



Total Pajak
  1,335,131.62
Net after tax
  1,264,868.38






Mr. X




Annual Individual Tax Calculation

Expatriates in Spain



Gaji Bersih
    50,000.00
52
  2,600,000.00


Penghitungan Pajak:

24.75%
   2,600,000
  643,500.00



Total Pajak
     643,500.00
Net after tax
  1,956,500.00






Dengan jumlah ini, anak kecilpun tau mana yang lebih menguntungkan bagi mereka. Klub-klub La Liga jadi memiliki daya pikat nyata yang membuat pemain-pemain asing memilih mereka ketimbang klub-klub Inggris, Jerman atau Italia. Sebagai perbandingan, pajak penghasilan di tiga negara tersebut sangat tinggi, Italia 43%, Jerman 45% dan Inggris 50%.
Tanpa hitung-hitungan dan analisa yang ribet, para pesepakbola ini akan mudah mengetahui negara mana yang sistem pajaknya paling menguntungkan mereka. Contoh lain dari pengguna Beckham Law adalah Jermaine Pennant. Pemain Bengal ini bisa menikmati penghasilan setara 80 ribu euro per pekan di Inggris meskipun Real Zaragoza membayarnya hanya 49 ribu euro.
Beckham Law telah diamandemen pada tahun 2009, dan mulai berlaku 1 Januari 2010. Saat itu, para pemain asing akan menggunakan tarif pajak yang sama tanpa mendapatkan fasilitas pengurangan tarif pajak dari pemerintah Spanyol. Lalu bagaimana kiprah klub-klub Spanyol setelah Beckham Law diamandemen?

Penghasilan lain dari pesepakbola adalah image rights. Iklan, foto dan kadang kala film menjadi sumber penghasilan lainnya para pesepakbola yang jumlahnya bisa lebih besar dari gaji si pemain sendiri. Hal yang jika tidak disikapi dengan bijak oleh si atlet akan membuatnya lebih mementingkan kegiatannya di luar lapangan ketimbang di dalam lapangan.
Namun pesepakbola juga pintar, apalagi mereka juga memiliki asisten dengan beragam spesialisasi ilmu. Para pemain mendirikan perusahaan sendiri atau berbentuk seperti layaknya manajemen artis untuk menampung penghasilan yang berasal dari image rights dan kegiatan lain diluar sepakbola. Tentunya aturan pajak penghasilan perusahaan berbeda dengan pajak penghasilan individu.
Dari skema ini, para pesepakbola mengalihkan penerimaan dari image rights mereka ke kantong perusahaannya, dengan tujuan menghindari pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi. Tax saving yang didapatkan sangat besar. Sebagai perbandingan, jika tarif pajak individual yang paling tinggi adalah 50%, maka tarif pajak perusahaan adalah 28%, bahkan bisa 21% jika laba perusahaan dibawah 300 ribu poundsterling dalam setahun. smart ass!

(to be continued)