Pages

Thursday, October 4, 2012

Fan Sejati dan Fan Karbitan

“Ah dasar lo fan karbitan!”
“Elo tuh! Cuma sering teriak di twitter aja belagu. Gue aja yang pernah lihat langsung latihan timnya biasa-biasa aja tuh.”

Perdebatan-perdebatan semacam itu sangat sering kita dengar, di dunia nyata dan dunia maya. Seseorang yang merasa telah mendukung timnya setengah mati, merasa telah menyukai sepak bola dengan segenap jiwa tiba-tiba merasa tersinggung saat kesejatiannya dipertanyakan oleh orang lain, terlebih jika orang lain itu “anak kemaren sore”. Tidak jarang pula kita dengar soal fans-fans baru yang bermunculan mendukung klub kaya baru ataupun klub-klub yang sedang berjaya, lalu mereka berkoar dengan kerasnya.

Memangnya apa sih ukuran kesejatian dari penggemar sebuah klub sepak bola? Banyak sekali yang telah memberikan definisi. Berikut di antaranya yang sering saya dengar:

“Fan sejati itu tetap dukung timnya baik di saat mereka berjaya atau terpuruk. Merasakan keterpurukan adalah ciri kesejatian.”

“Suporter sejati itu yang beli jersey original klub favoritnya.” (Malah ada yang bilang, belinya di toko resmi klub, bukan di counter)

“Suporter/fan sejati itu yang sering nonton langsung di stadion. Ikut berteriak-teriak menyemangati timnya bertanding hingga akhir.”

“Fan sejati itu yang cuma dukung satu tim aja, gak peduli sama yang lain. Tim saya yang benar, yang lain salah.”

“Fan klub sejati itu yang gagah berani berantem sama fans klub lain. Bela habis-habisan!”

“Fan sejati itu yang mengerti sejarah klubnya, hapal chants suporternya, mengenal pemain-pemainnya.”

“Fan sejati itu selalu membela klub, entah mereka benar atau salah.”

“Fan sejati itu anggota dari perkumpulan fans club. Dan fan sejati itu selalu menyempatkan diri untuk kegiatan nonton bareng (nobar)."

“Fan klub sejati itu mendukung klub secara total, dan itu termasuk membenci klub rival.”

“Percuma banyak ngomongin bola tapi gak pernah mainin olah raganya. Pecinta sepak bola ya hobi main sepak bola.”

Anda boleh jadi cocok dengan salah satu atau beberapa statement di atas. Tapi pertanyaannya, seberapa pentingkah pengakuan orang-orang terhadap kesejatian anda? Seberapa penting jugakah anda menilai kesejatian orang lain?

Kalau saya boleh jujur, saya hanya melakukan poin pertama dan terakhir saja, lainnya tidak. Untuk bermain sepak bola pun sudah tidak bisa sesering dulu karena tuntutan pekerjaan dan sudah berkeluarga. Apakah itu membuat saya jadi fans karbitan? Atau menjadi suporter labil? Atau glory hunter? Terserah jika memang orang menilai demikian, itu bukanlah hal yang saya risaukan.

Berbicara kecintaan anda pada klub Eropa anda, dulu saat memilih klub yang anda dukung hingga sekarang, anda tentu memiliki indikator pemilihan itu sendiri. Anda bisa jadi memilih klub yang sedang hebat, atau paling tidak berpeluang hebat, atau karena permainannya cantik, atau karena pemainnya ganteng, atau minimal ada satu-dua orang pemain hebat favorit anda. Ada pula yang menyukai klub-klub yang memang medioker, namun punya sesuatu keunikan yang bisa dibanggakan, ada juga yang membenci klub yang selalu menang. Apapun alasannya, itu subjektif dan tidak bisa dipaksakan. Anda mungkin bisa mempengaruhi teman anda yang mencintai film action untuk menonton film drama, tapi anda tidak bisa merayu teman anda untuk pindah klub favorit. Sekali lagi, itu subjektif.

Klub-klub di sana (mostly di Eropa) jelas berpromosi gila-gilaan mengenai klubnya. Jersey-nya, akun twitter resminya, akun twitter pemain-pemainnya dan sebagainya, situsnya yang dibuat dalam berbagai bahasa. Tidak jarang juga mereka mengucapkan happy independence day atau happy eid mubarak kepada para penggemarnya di berbagai belahan dunia. Mereka tentu menggunakan jargon-jargon kesejatian dan kemanusiaan ini untuk memberikan rasa kebanggaan bagi para fans mereka di seluruh dunia. Untuk menjaring penggemar-penggemar baru, yang akan turut mempengaruhi pendapatan mereka.

Sementara kita yang di sini kadang larut dalam keributan gak berguna. Di social media ataupun di café tempat nonton bareng. Ada pula yang membuat akun pembenci sebuah klub Eropa lalu meracau di timeline seperti orang mabuk dan mencari-cari musuh di dunia maya, tapi ketika terdesak dia non-aktifkan akunnya. Apakah harus sebegitunya?

Kalau suporter klub dalam negeri sih saya maklum. Faktor kedaerahan primordial tentu saja menjadi penentu seseorang mendukung klubnya secara total. Itu sah-sah saja asal tidak sampai merugikan, melakukan kekerasan, apalagi membunuh hanya karena beda jersey. Itu konyol. Tuhan tidak akan bertanya kepada anda mengenai klub sepak bola apa yang anda dukung seumur hidup. Tuhan tidak akan bertanya berapa lama anda mendukung klub tersebut dan berapa trofi yang klub favorit anda sudah raih selama anda menjadi pendukungnya.

Fanatisme memang perlu, ya saya setuju. Tidak seru sepak bola tanpa fanatisme pendukungnya.

Hal yang disayangkan, fanatisme yang ada ini nampaknya kurang mampu dimanfaatkan klub untuk meraup pendapatan. Menjual merchandise, jersey atau apapun yang berhubungan dengan klub tentunya akan menguntungkan. Ramainya penonton di stadion juga tidak disikapi klub dengan memperbaiki fasilitas stadion dan juga memanfaatkan setiap jengkal stadion untuk kegiatan promosi. Itu mungkin pembahasan yang berbeda, kini kembali ke suporter. 

Penggolongan suporter juga terbagi dua. Ada suporter klub, ada lagi pecinta sepak bola secara umum. Penggemar klub tentunya hanya peduli apa yang terjadi pada klub favoritnya, hanya menonton pertandingan yang dimainkan klub favoritnya saja, bangga memakai jersey klub. Cinta mereka buta. Mereka tidak akan terima klubnya dicela, apalagi dihina. Jangan coba-coba. Percuma.

Pecinta sepak bola mengamati sepak bola secara keseluruhan. Menikmati banyak pertandingan, tidak memiliki kebencian berlebih terhadap sebuah tim, membaca banyak hal-hal lain yang bersinggungan dengan sepak bola. Memiliki pengetahuan luas bukan hanya terhadap klub favoritnya saja, tapi juga banyak hal lain lebih dari sekadar tahu formasi dan berita teraktual klub. Mendukung sebuah klub namun tidak militan dan tidak marah jika klubnya diledek. Biasa saja. Orang itu tetap merasakan ketar-ketir ketika menyaksikan tim favoritnya bertanding, mereka juga mencela tim rival, namun ya hanya sebatas itu. Just for fun, no hard feelings. End of story.

Mencintai sepak bola tentu memiliki beberapa tahapan. Awalnya menjadi suporter klub, kemudian pemikirannya kritis untuk mau tahu hal-hal lain yang berhubungan, lalu akhirnya menikmati sepak bola secara keseluruhan. Syukur-syukur kalau bisa berkontribusi untuk sepak bola di lingkungannya. Di bangsanya. Tidak ambil pusing dengan perbedaan, tidak menonjolkan atribut.

Itulah mencintai sepak bola menurut saya. Beginilah saya mencoba menikmati sepak bola. Dan saya tetap akan banyak membaca dan terus membaca, berkeliling untuk mengamati langsung sepak bola di negara saya, (dan jika ada rejeki, di belahan bumi lain)  mencari tahu sepak bola dari perspektif pelakunya langsung.

Namun, jika anda memiliki persepsi lain ya silahkan saja. Tidak ada yang melarang untuk menjadi suporter fanatik klub selama tindakan kita tidak melanggar hukum. Tidak ada buku manual bagaimana cara mencintai sepak bola. Tidak ada yang salah dalam mencintai sesuatu. Yang salah hanya jika cinta anda merugikan dan menyakiti diri sendiri dan orang lain. Kita sama-sama mencintai sepak bola, dan tidak seharusnya saling mengusik.

Entah anda fans sejati atau fans karbitan, glory hunter atau anti kemapanan, fans lawas atau fans kemaren sore, yang jelas kita sama-sama mencintai sepak bola.

1 comment: